Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - 7 September 2004 menjadi hari memilukan, Munir Said Thalib meninggal dalam penerbangan menuju Belanda.
13 tahun berlalu, kematian aktivis Hak Azasi Manusia (HAM) tersebut masih menyimpan sejumlah misteri, meskipun sudah ada yang dihukum dalam kasus pembunuhan yang menimpa Munir.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 133 PK/Pid/2011 Pollycarpus Budihari Priyanto menjadi pelaku pembunuhan Munir Said Thalib.
Saat Munir tewas, status Pollycarpus adalah pilot pesawat Garuda yang sempat dianggap berafiliasi dengan pejabat Badan Intelijen Negara (BIN).
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvons Pollycarpus bersalah melakukan pembunuhan berencana, serta pemalsuan dokumen, dan dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.
Banding yang diajukan Pollycarpus tidak membuahkan hasil, karena putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru menguatkan putusan Pengadilan Negeri.
Di tingkat kasasi, Pollycarpus dianggap tidak bersalah atas kasus pembunuhan dan hanya dijatuhi hukuman 2 tahun karena pemalsuan dokumen.
Setelahnya melalui Peninjauan Kembali (PK) yang dimohonkan Kejaksaan, ia kembali dianggap bersalah melakukan pembunuhan berencana serta pemalsuan dokumen dan dijatuhui hukuman 20 tahun penjara.
Melalui PK yang diajukan Pollycarpus, MA melalui putusannya nomor 133 PK/Pid/2011 memangkas hukumannya menjadi 14 tahun penjara.
Pada 29 November 2014 lalu, Pollycarpus melenggang keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, karena sudah menjalani dua pertiga dari 14 tahun hukumannya.
Pollycarpus dinyatakan bebas bersyarat.
Saat melenggang keluar penjara, ia sempat ditanya wartawan prihal peristiwa pembunuhan Munir.
Pilot kelahiran Solo tahun 1961 itu menjawab singkat dengan mengatakan "bukan, bukan," sembari melenggang pergi.