TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Sutisna mengungkapkan sosok Hakim Tunggal Cepi Iskandar yang memenangkan Setya Novanto, dikenal religius.
Cepi, kata Made, hampir tidak pernah meninggalkan ibadah salat lima waktu.
Made Sutisna yang juga merupakan tetangga Cepi, setiap pagi selalu melihat hakim asal Bandung itu untuk pergi ke masjid di Komplek Kehakiman, Jakarta Selatan.
"Beliau itu religius sekali. Kalau saya lari pagi, dia pulang dari masjid. Rumah saya dan beliau dekat di komplek," kata Made Sutisna saat berbincang dengan Tribunnews, Jakarta, Sabtu (30/9/2017).
Begitu pun ketika sidang praperadilan berlangsung, selama satu minggu persidangan berjalan, tidak jarang, sidang terbentur dengan waktu salat.
Cepi, selaku hakim tunggal, juga meminta penundaan pemeriksaan dan mendengarkan kesaksian untuk beribadah terlebih dahulu.
Baca: Mahfud MD: Putusan Hakim Mengikat Tapi KPK Masih Punya Peluang
Seperti pada saat pemeriksaan bukti dari KPK misalnya. Hakim Cepi menunda sidang sebanyak dua kali, yakni pada waktu salat Dhuhur dan salat Ashar.
Serta sidang diupayakan selesai sebelum waktu salat Maghrib tiba.
"Beliau itu bisa menjadi tauladan di PN Jakarta Selatan ini. Salatnya rajin sekali," jelasnya.
Selama bekerja di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, setidaknya terdapat dua hakim yang sama seperti Cepi.
Namun, kata Made, kedua hakim itu saat ini pindah menjadi Hakim Tinggi di Pekanbaru.
Tidak hanya rajin ibadah. Cepi juga dikenal cukup tertutup mengenai perkara yang sedang ditangani.
Jika hakim-hakim lainnya, beberapa kali cerita mengenai perkara, tidak untuk Cepi.
Made mengatakan Cepi lebih sering berbicara di luar kasus yang sedang disidangkan. Seperti kehidupan pribadi, hobi dan lain sebagainya.
Baca: Pengemudi Ojek Online Temukan Tas Berisi Uang Rp 20 Juta Lalu Kembalikan kepada Pemiliknya
"Ya ngobrol layaknya teman satu kantor lah. Kan tidak harus melulu soal kerjaan. Soal lain juga beberapa kali ngobrol kok," ucapnya.
KY Segera Periksa
Rekam jejak Cepi Iskandar selama menjadi hakim, tidak lepas dari laporan kepada KY. Tercatat, Komisi Yudisial sudah menerima empat laporan masyarakat atas perilaku Cepi.
Hanya saja, dalam laporan-laporan itu, KY tidak menemukan adanya tindak pelanggaran etika yang dilakukan Cepi ketika persidangan berlangsung.
"Beliau saat itu masih menjadi hakim di PN Purwakarta. Setelah itu beliau di PN Depok juga sempat dilaporkan. Tapi, tidak terbukti," ujar Ketua KY, Aidul Fitriciada di Jakarta, Sabtu (30/9/2017).
Aidul menjelaskan saat ini setidaknya masih terdapat dua dugaan pelanggaran kode etik oleh Cepi yang sedang ditangani KY. Namun belum ada putusan mengenai hal itu.
Selain itu, satu laporan lagi terhadap Cepi yang baru masuk ke KY atas dugaan pelanggaran kode etik saat menyidangkan praperadilan Setya Novanto.
KY mengaku akan memprioritaskan pelaporan tersebut. Pasalnya, kasus tersebut memiliki tendensi politik yang tinggi. Sehingga, dinilai harus segera dirampungkan.
"Baru masuk ini. Senin besok ini kami akan periksa dulu informasi-informasi dan bukti yang dilaporkan," jelasnya.
Terkait sanksinya, Aidul belum bisa memprediksi. Sanksi terberat adalah pemberhentian jika ditemukan ada suap, atau narkoba, perselingkuhan sesuai dengan Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim
Sebelumnya, Hakim Cepi Iskandar menerima sebagian gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto.
Dalam putusannya, penetapan tersangka Novanto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap tidak sah.
Novanto menggugat penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP oleh KPK.
Putusan dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017) pukul 17.30 WIB.
"Menyatakan penetapan pemohon Setya Novanto sebagai tersangka dinyatakan tidak sah," ujar hakim Cepi.
Baca: Ketua GMPG: Banyak Kejanggalan Putusan Hakim Tunggal Cepi Iskandar
Menurut hakim, KPK harus menghentikan penyidikan kasus Novanto.
Pertimbangannya, antara lain dalil gugatan pihak pemohon Setya Novanto, jawaban atas gugatan dari termohon KPK serta bukti dan saksi-saksi yang diajukan kedua belah pihak.
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada 17 Juli 2017 lalu.
Novanto keberatan atas status tersangka dari KPK.
Ketua Umum Partai Golkar ini diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan, pada kasus e-KTP.
Novanto sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.
Selain itu, Novanto diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP.
Bersama pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, Novanto diduga ikut menyebabkan kerugian negara Rp 2,3 triliun. (rio)