Adapun awal perkara kasus Taufiq ditangani oleh kejaksaan yang kemudian diambil alih KPK.
Menurut Febri, SKB tersebut berlaku selama empat tahun sejak ditandatangani. Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 30 dari SKB tersebut.
"Itu artinya habis (berlakunya MoU) pada 29 Maret 2016. Apakah kemudian MoU tersebut bisa dijadikan dasar (putusan)? Karena pada MoU itu disebut yang digunakan oleh hakim," kata Febri.
Oleh karena itu, sedianya hakim tidak menjadikan SKB sebagai pertimbangan dengan memutuskan bahwa kasus Taufiq kembali ditangani kejaksaan.
Sebab, lanjut Febri, kepolisian, kejaksaan, dan KPK cukup melakukan koordinasi untuk melakukan penyelidikan dalam kasus yang sama.
Selain itu, menurut Febri, Pasal 50 Ayat 3 pada UU KPK juga memberikan keleluasaan bagi KPK mengambil alih penanganan kasus yang tengah ditangani oleh kejaksaan dan kepolisian. KPK akan berkordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya.
Adapun pasal tersebut berbunyi, "Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan."
"Pasal 50 Undang-Undang KPK sebenarnya tegas bahwa kalau kepolisian dan kejaksaan melakukan penyidikan, maka koordinasi baru akan dilakukan," kata Febri.
Namun, kata Febri, KPK akan mempelajari keputusan hakim PN Selatan atas praperadilan Taufiq sebelum mengambil langkah hukum lainnya.(*)