Pasalnya ancaman hukuman mati itu terungkap dari pasal yang dijeratkan penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Utara, terhadap mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan itu. Yakni Pasal 340 jo Pasal 338 KUHPidana, tentang pembunuhan berencana yang dapat diancam dengan hukuman 20 tahun penjara dan maksimal hukuman mati.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, para anggota Polri yang memenuhi syarat memang dilengkapi dengan senjata api untuk bertugas dan melindungi diri.
Namun, penggunaan senjata tersebut tidak bisa sembarangan. Setiap butir peluru yang keluar harus dipertanggungjawabkan.
Bahkan, anggota tersebut harus lolos tes kejiwaan untuk menilai apakah dia layak membawa senjata.
"Orang yang tidak emosional, tidak temperamental. Bukan yang trigger happy, suka menarik pelatuk. Tidak boleh sembarangan, ke mana-mana maunya menonjolkan senjata," kata Setyo di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, seperti yang dilansir Kompas.com.
Setyo mengatakan, setidaknya ada tiga kemampuan yang harus dimiliki polisi untuk menggunakan senjata.
Pertama, kecakapan membawa senjata sehingga tahu tempat dan kondisi di mana dan kapan dia harus membawa senjata. Kedua, kemampuan untuk menyimpan di tempat-tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak. Ketiga, kemampuan menggunakan senjata disesuaikan dengan tempat dan kondisi.
"Kecuali dia ditugaskan di suatu daerah, penangkapan, tugas ke daerah konflik, memang dilengkapi senjata," kata Setyo.
Rabu lalu, kasus penembakan yang dilakukan Wakil Kapolres Lombok Tengah Kompol Fahrizal. Ia menembakkan enam peluru dari senjata api laras pendek revolver ke tubuh Jumingan alis Jun, adik iparnya di Medan, Sumatera Utara, hingga tewas.
Setyo mengatakan, saat ini Fahrizal sudah ditahan dan didalami keterangannya oleh Divisi Profesi Pengamanan. Dari informasi awal, Fahrizal memang tidak sedang bertugas saat itu. "Kalau cuti ke mana-mana bawa senjata, enggak boleh," kata Setyo.
Saat ini, masih didalami motif Fahrizal menembak adik iparnya yang bernama Jumingan alias Iwan.
Peristiwa diawali dengan cekcok antara Fahrizal dengan ibunya. Tidak diketahui sebab keributan tersebut.
Fahrizal kemudian mencabut senjata dan menodongkan ke arah ibunya. Iwan kemudian datang menghampiri dan mencoba menghalangi Fahrizal. Kemudian, moncong senjata me garah ke Iwan dan keluar beberapa tembakan. Peluru menembus kepala dan perut korban.
Kompol Fahrizal melakukan eksekusi terhadap adik iparnya sendiri bernama Jumingan dengan menghabiskan seluruh peluru senjata api miliknya. Masing-masing peluru senjata api revolver ditembakkan ke bagian kepala sebanyak 3 kali dan bagian kemaluan 3 kali.
Saat ditanya apakah pelaku dalam pengaruh obat-obatan, Paulus Waterpauw mengatakan hasil tes darah sementara masih negatif.
"Perbuatan yang bersangkutan sesungguhnya izin dari kesatuannya. Kemudian tiba di Sumut dia sudah dengan membawa senpi, milik yang bersangkutan berisi 6 butir peluru. Kemudian pada saat melakukan eksekusi, dia menghabiskan peluru itu. Masing-masing 3 pada bagian kepala dan 3 bagian kemaluan korban," katanya. (ase/akb/cr9/kompas.com)