Sebagai tindak lanjut, FDPM menuntut Pemerintah Pusat agar memasukkan nomenklatur “daerah pengolah” dalam formulasi distribusi DBH migas dimana selama ini belum diakomodir atau dimasukkan sebagai fihak yang memperoleh DBH.
2. DPM juga menyepakati bahwa upaya untuk memperoleh DBH adalah sebagai alternatif pilihan yang paling memberikan peluang bagi daerah pengolah/penghasil untuk mempersiapkan daerahnya masing-masing dalam melakukan transformasi ekonomi dari berbasis sumber daya alam ke sumber daya terbaharukan, bahwa diperlukan modal pembangunan yang besar untuk melakukan akselerasi transfomasi ekonomi.
3. Ada tendensi semakin seringnya terjadi bencana akibat industri, termasuk yang dikelola oleh BUMN seperti Pertamina dalam hal kebocoran minyak ataupun tumpahan minyak.
Pencemaran Teluk Balikpapan yang yang terjadi baru-baru ini meliputi 20 ribu hektar, menghilangkan nyawa manusia dan membuat kerusakan parah terhadap ekosistim perairan, belum sepenuhnya ditanggulangi oleh Pertamina.
Dengan semakin sering terjadi tumpahan minyak menunjukkan kinerja Pertamina yang semakin memburuk karena hampir setiap tahun terjadi tumpahan minyak baik dari kapal maupun dari pipa.
4. DPM bersepakat untuk mencegah terjadinya “Dutch Desease” di masing-masing wilayahnya, yaitu kemiskinan ataupun keterpurukan ekonomi yang terjadi akibat dari berakhirnya eksploitasi sumber daya alam.
Sebagaimana diperhitungkan oleh berbagai pihak bahwa produksi migas Indonesia akan habis ditahun 2040 (Mc Kenzie, 2012).
Sedangkan untuk Kaltim sebagai salah satu penghasil migas utama Indonesia menurut Kementerian ESDM akan kehabisan minyak ditahun 2024.
Kesaksian staf pengajar Universitas Mulawarman itu merefleksi dari pengalaman bangsa Indonesia dalam mengeksploitasi sumber daya hutan pada masa 1970-1990an.
Pada kurun waktu itu, Indonesia adalah negara pengekspor terbesar kayu namun setelah tahun 2005 satu persatu perusahaan swasta nasional kehutanan maupun BUMN kehutanan menghilang dan Indonesia kehilangan sumber daya hutan terutama kayu tanpa memberikan banyak perubahan bagi masyarakat kita yang disekitar hutan.
Lebih dari 12 juta hektar hutan Indonesia, diurai lebih lanjut, dikelola oleh BUMN kehutanan. Pertanyaannya adalah, apakah kinerja BUMN lebih baik dari swasta?
Ternyata tidak. BUMN kehutanan menguasai lebih dari 15% hutan produksi alam Indonesia yang tahun-tahun terakhir ini adalah merupakan periode akhir dari produksi.
Masyarakat sekitar hutan yang jumlahnya mencapai lebih kurang 6 juta jiwa, ternyata tidak mengalami perubahan, bahkan dalam berbagai lokasi dan desa justru mengakibatkan rakyat semakin miskin karena kehilangan akses terhadap sumber daya hutan akibat berbagai larangan, ancaman maupun dampak dari over eksploitasi hutan yang menghilangkan sumber daya kehidupan bagi masyarakat.
Menurut analisa Dosen Universtias Mulawarman itu, abainya BUMN untuk menyejahterakan rakyat bermuara pada tujuan BUMN itu sendiri.