Sebut saja Den 81 Gultor Kopasus, Denjaka Marinir, Den Bravo Paskhas.
"Di sini bisa diisi atau sekaligus mengganti Densus 88,"ujarnya.
Selain itu, Andri juga berpendapat agar dalam revisi UU terorisme, kata atau diksi ‘tindak pidana’ harus diganti menjadi ancaman.
"Atau anti atau apa saja yang penting kata tindak pidana dihilangkan," jelas dia.
Sehingga nantinya dalam penanganan teroris negara bukan saja dapat melibatkan aparat TNI dan BIN, akan tetapi dapat menggunakan seluruh instrumennya, seperti Kementrian Agama, Kementerian Dalam Negeri dan Kementrian Sosial.
"Dimana pada saat dan setelah terpidana teroris itu selesai menjalani pidana, pada tahap ini harus ada peran dari Kementerian Agama dan setelah keluar tahanan pada tahap ini harus ada peran dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Sosial, untuk melakukan deradikalisasi," katanya.
Menurut Andri, deradikalisasi seringkali diartikan sempit oleh negara, hanya penyuluhan agama saja.
Padahal ada juga yang penting, kata Andri, yakni harus perhatikan pendidikan juga lapangan pekerjaannya agar mantan napi teroris ini tidak lagi dikucilkan dalam masyarakat dan dapat hidup normal.
"Kalau tidak dia dapat lebih radikal dari sebelumnya," kata Andri.