Terkait ideologi, bahwa intoleransi, radikalisme, dan terorisme telah mengancam Pancasila dan merusak nilai-nilai kemanusiaan.
Sikap ambigu elit politik juga akan membuat ujaran kebencian meluas dan mereka yang terpapar ini akan mudah berpotensi melakukan radikalisme.
"Akibatnya, gampang sekali mereka menyebarkan fitnah, salah satunya menuduh aparat keamanan merekayasa teror dan mengatakan pelaku teror sebagai korban," jelas Pak Cik.
Adapun terkait kondisi nasional, bahwa radikalisme, intoleransi, dan terorisme telah menyebar ke segala lapisan sosial dan aparatur pemerintahan.
Mereka yang sudah terpapar radikalisme, menjungkirbalikan fakta.
"Cara pandang mereka yang memonopoli kebenaran, membuat mereka menjadikan hakim bagi orang-orang yang berbeda dengan mereka. Kebhinekaan yang merupakan kekayaan dan kekuatan bangsa, justru hendak diseragamkan karena mereka memandang kebhinekaan sebagai musuh," kata Pak Cik.
Bukan hanya itu, mereka yang sudah terpapar radikalisme juga mereduksi dan merusak nilai-nilai kemanusiaan, seiring hilangnya orientasi kebangsaan pada diri mereka.
Situasi ini juga melanda lingkungan pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
"Berdasarkan latar belakang tersebut, aktivis 98 memutuskan untuk melakukan Rembuk Nasional," terang Pak Cik.
Dalam kesempatan itu, turut hadir ribuan aktivisi 98 dan para keluarga aktivis. Selain konprensi pers, acara silahturahmi dan buka puasa bersama dilakukan para aktivis 98 guna mengikat tali persaudaraan.