News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Menunggu 'Satria Piningit' Pilpres 2019, Suhendra Siap Menjemput Takdir

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum Putra-putri Jawa Kelahiran Sumatera, Sulawesi dan Maluku (Pujakessuma) Nusantara, Suhendra Hadi Kuntono.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membuka pendaftaran calon presiden untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sejak Sabtu (4/8/2018) dan akan ditutup pada Jumat (10/8/2018).

Namun, hingga kini belum satu pun pasangan calon presiden yang mendaftarkan diri.

Dua nama yang disebut-sebut sebagai kandidat capres terkuat, yakni petahana Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, sibuk mencari pasangan masing-masing sebagai calon wakil presiden.

“Kita memang harus sabar menunggu munculnya ‘satriya piningit’. Bukan hanya untuk cawapres, melainkan juga capres. Belum tentu juga Prabowo menjadi capres,” ungkap Permadi SH, paranormal yang juga mantan anggota DPR RI dari PDIP dan sempat bergabung dengan Partai Gerindra, di Jakarta, Selasa (7/8/2018).

Kemunculan “satriya piningit” yang kemudian akan menjadi “Ratu Adil” (pemimpin yang adil dan bijaksana) mengacu pada “jangka” (ramalan) Prabu Jayabaya, Raja Kediri 1135-1157, yang kemudian diteruskan oleh pujangga Kraton Surakarta, Raden Ngabehi Ronggowarsito (1802-1973).

Secara harfiah, kata Permadi, “satriya piningit” yang berasal dari bahasa Jawa diartikan sebagai seorang ksatria yang disembunyikan di dalam pingitan.

Namun secara substansial, “satriya piningit” memiliki pengertian sebagai seorang calon raja atau dalam konteks kekinian, capres/cawapres, yang masih dirahasiakan oleh zaman.

Karena masih dirahasiakan oleh zaman itulah, maka kita hanya bisa menduga atau memprediksi siapa sosok yang dianggap sebagai “satriya piningit” itu.

“Kita baru meyakini sosok tersebut sebagai ‘satriya piningit’ sesudah terpilih menjadi presiden/wapres melalui pilpres,” kata Permadi.

Kemunculan Presiden RI dari waktu ke waktu, jelas Permadi, juga tak diduga-duga sebelumnya, seperti Soekarno yang digambarkan sebagai Satriya Kinunjara Murwa Kuncara, Soeharto (Satriya Mukti Wibawa Kesandhung Kesampar), BJ Habibie (Satriya Jinumput Sumela Atur), KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (Satriya Lelana Tapa Ngrame), Megawati Soekarnoputri (Satriya Piningit Hamong Tuwuh), Susilo Bambang Yudhoyono (Satriya Boyong Pambukaning Gapura) dan Joko Widodo (Satriya Pinandhita Sinisihan Wahyu).

“Kemunculan Jokowi sebagai capres di Pilpres 2014 juga tidak pernah kita sangka-sangka. Ia yang mantan tukang kayu dan bukan ketua umum parpol, ternyata terpilih menjadi Presiden,” tukas Permadi.

Kini, kata Permadi, Jokowi bukan “satriya piningit” lagi karena sudah jelas koalisi parpol yang mencalonkan dia sudah memenuhi presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden), yakni 20% kursi DPR RI.

“Yang masih menjadi ‘satriya piningit’ adalah cawapres bagi Jokowi, serta capres dan cawapres bagi lawan Jokowi,” urainya.

Apakah nama-nama yang sudah beredar di bursa cawapres Jokowi seperti Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Budi Gunawan, atau cawapres Prabowo seperti Ustaz Abdul Somad dan Ketua Dewan Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al-Jufri, sudah otomatis menjadi “satriya piningit”?

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini