TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golkar mengaku siap mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan mantan napi korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2019.
Golkar menilai, demokrasi tak bisa berjalan tanpa dasar hukum. Untuk itu, pihaknya menghormati putusan MA tersebut.
Baca: Aneka barang daur ulang meriahkan Karnaval Bunga Malang
"Kalau Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung berkata bahwa ini boleh, kita lakukan. Kalau berkata ini tidak boleh, tidak kita lakukan. Intinya adalah kita mengikuti hukum," kata Plt Ketua DPD Partai Golkar DKI Jakarta, Rizal Mallarangeng di kawasan Cengkareng, Jakarta Barat, Minggu (16/9/2018).
Lebih jauh, Koordinator Nasional Relawan Golkar Jokowi (GoJo) ini mengatakan jika dalam proses berdemokrasi tidak ada aturan hukum, hal itu akan menimbulkan anarkisme.
Golkar, kata Rizal, siap menghormati produk hukum tersebut.
Baca: Demi Ekspansi Keluar Negeri, Media Asing Ungkap GO-JEK Buka Galang Dana
"Karena kebiasaan seperti ini kalau tidak diikat oleh aturan dia bisa jadi anarki. Jadi apapun kalau sudah diatur oleh hukum harus begini harus begitu, kita mungkin hati kita (protes) duh kok begini, kok begitu. Tapi sebagai sebuah institusi kita ikut," papar Rizal.
Atas putusan MA tersebut, lanjut Rizal, DPD Golkar DKI Jakarta belum mengambil sikap apakah caleg mantan napi korupsi di DKI Jakarta akan tetap dicoret atau dibiarkan mengikuti Pemilu.
Namun, Golkar siap mengikuti aturan telah ditetapkan dalam putusan itu.
"Itu baru diputuskan kemarin. Intinya kita mengikuti apapun yang diputuskan oleh lembaga hukum yang sah," terang Rizal.
Seperti diketahui, MA telah memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9/2018) lalu.
Pasal yang diuji materikan itu mengatur soal larangan bagi mantan narapidana kasus korupsi, mantan bandar narkoba dan eks narapidana kasus kejahatan seksual pada anak untuk maju menjadi calon legislatif.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.(*)