“Jika dilihat dari konten dan cara berkomunikasi, kita ini seperti tidak pernah belajar dari sejarah ataupun peristiwa yang lalu.
Dan bahkan, banyak para tokoh cepat sekali melupakan peristiwa-peristiwa yang lalu dan menganggapnya tidak ada. Bahwa pernyataannya sekarang berbeda dengan pernyataan sekarang, dianggap bukan suatu masalah.
"Seakan-akan kontrakdisi konten komunikasi yang dulu dan sekarang adalah hal yang wajar karena urusannya politik. Padahal menjadi politikus yang bermartabat, cerdas, menggunakan dan berbudaya merupakan pendidikan politik terbaik bagi anak-cucu,” tegasnya.
Kepada para mahasiswa Universitas Bakrie itu, alumnus Lemhannas PPSA XXI itu menandaskan, bangsa dan negara Indonesia mempunyai masa depan yang baik jika para politisinya memiliki komitmen dan peduli, setia pada nilai-nilai jati diri bangsa yang termuat dalam empat konsensus dasar nasional, berpikir logis dan kritis, serta berbicara berbasiskan data.
Jika saat ini Indonesia belum menjadi utuh sebagai satu bangsa, ini merupakan akibat dari para politisinyyang a tidak setia memegang nilai-nilai luhur yang ada dalam empat konsensus dasar nasional.
Para mahasiswa juga diingatkan bahwa dengan kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi, mencari data bukanlah hal yang sulit.
Hanya saja diperlukan kearifan untuk menganalisa dan memastikan bahwa data yang digunakan memang valid. Jika data yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan, komunikasi politik menjadi sangat mudah dilakukan.(*)