Terlebih, tidak ada sponsor dari pihak mana pun untuk kembali menerbitkan Obor Rakyat. Dengan begitiu, pemberitaan dipastikan akan tetap terjaga independensinya. "Sebagai media, kami tidak akan ke kanan maupun ke kiri. Kami berada di tengah-tengah," tegasnya.
Menurutnya, produk tabloid Obor Rakyat saat Pilpres 2014 lalu hingga membuat dipidanakan adalah hal yang biasa. mSebab, adalah hak narasumber memperkarakan pihak media jika merasa ada produk yang tidak tepat.
Dia menegaskan, dirinya mendekam di penjara bukan berarti dunia jurnalistik yang digelutinya harus selesai. "Saya sama seperti teman-teman yang lain, jadi petani, saya tidak punya lahan. Apa yang saya bisa ya layaknya seorang wartawan. Membuat berita dan menginformasikan kepada masyarakat," paparnya.
Dua pimpinan Obor Rakyat, Darmawan Sepriyosa dan Setyardi Budiono, yang terjerat kasus karena pemberitaan di tabloid Obor Rakyat pada Pilpres 2014, divonis 8 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada November 2016.
Keduanya terbukti melakukan pidana penistaan dengan tulisan terhadap Presiden Joko Widodo pada Pilpres 2014. Keduanya mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun, justru Pengadilan Tinggi memperberat hukuman keduanya menjadi setahun penjara. Selanjutnya, pengajuan kasasi keduanya ditolak oleh MA.
Keduanya baru diesekusi dan ditangkap oleh pihak kejaksaan pada 8 Mei 2018. Keduanya ditahan di Lapas Cipinang, Jakarta Timur. Keduanya ditangkap berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Pada 3 Januari 2019, keduanya dibebaskan dari penjara karena mendapat cuti bersyarat terhitung 3 Januari 2019 sampai 8 Mei 2019.
Menkumham Ancam Cuti Bersyarat Pempred Obor Rakyat Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sempat mengancam cuti bersyarat Setiyardi Budiono dan Darmawan bisa dicabut, jika kembali melakukan pelanggaran hukum atau melakukan pidana yang sama, seperti kembali melakukan fitnah.
"Jadi saya sudah minta secara khusus Dirjen Pas dan Direktur Bina Kamtib mengenai surat itu untuk memanggil. Kemarin saya dengar sudah dipanggil, diingatkan," kata Yasonna.
Setiyardi Budiono tidak ambil pusing dengan ancaman Menkumham tersebut.
Menurutnya, Menkumham tidak dapat serta merta mencabut hak tersebut, kecuali ada tindak pidana yang kembali dilakukan. Sementara, dia saat ini berencana hanya ingin membuat media massa dengan tampilan berbeda dari sebelumnya.
"Harus ada tindak pidana yang saya lakukan lagi. Apa dengan membuat media, saya melakukan tindak pidana? Kan tidak. Saya sebagai wartawan, mau dong buat media. Masa tidak boleh? Itu malah bisa melanggar hak asasi dan Undang-undang Pers," papar Setiyardi Buidono.
Sementara, Dewan Pers mengaku tidak memiliki wewenang untuk mencegah seseorang mempublikasikan media massa.
"Dewan Pers tidak punya kewenangan untuk mencegah seseorang menerbitkan media. Sejauh dia nanti bekerja sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Namun, nama itu kan sudah tercemar, jadi dari sisi publik kurang baik," beber anggota Dewan Pers Hendry Ch Bangun saat itu.
Karena itu, Hendry mempersilakan Obor Rakyat kembali terbit. Namun, ia memberi catatan bahwa Obor Rakyat perlu mematuhi Undang-undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan hukum positif yang ada.
"Kalau mau terbit sebagai perusahaan pers, silakan ikuti UU Pers, KEJ, dan semua peraturan DP yang ada. Semua media diharapkan menjalankan fungsi sesuai UU," ujar Hendry Ch Bangun.