TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pengamat hukum tata negara Refly Harun menyatakan, sengketa Pilpres 2019 yang telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa dibawa ke peradilan internasional.
Hal itu disampaikan Refly menanggapi wacana dari pihak yang tak puas atas putusan MK yang menolak seluruh permohonan pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Ya enggak (bisa) lah," ujar Refly saat dihubungi, Jumat (28/6/2019).
Ia mengatakan, perkara yang dibawa ke Peradilan Internasional biasanya terkait kasus pelanggaran HAM dan genosida.
Baca: Tepat Sehari Pasca-Putusan MK, Sandiaga Uno Dapat Kejutan di Hari Ulang Tahun ke-50
Ia mengatakan, belum ada yurisprudensi peradilan internasional seperti International Criminal Court (ICC) menangani sengketa pemilu suatu negara.
Selain itu, Refly menyatakan, ICC hanya memiliki kewenangan menangani perkara pidana di suatu negara bila pengadilan di dalamnya tak berfungsi dengan baik lantaran ditekan oleh penguasa.
Dalam hal ini, Refly tak melihat MK mengalami tekanan saat memutuskan perkara sengketa Pilpres 2019 sehingga tak ada alasan peradilan internasional turut campur.
"Saya kira terlalu berlebihan kalau melihat MK lumpuh."
"Yang terjadi adalah hakim-hakimnya paling tidak, atau masih berpikiran konservatif. Kurang progresif. Itu saja mungkin. Tapi cara pandang hakim tidak boleh kita hakimi," lanjut dia.
Pendapat Mahfud MD
Dalam catatan Tribunnews.com, mantan Ketua Mahfud MD pernah memberikan pendapatnya tentang kemungkinan sengketa Pemilu dibawa ke peradilan internasional.
Mahfud MD menjelaskan bahwa permasalahan sengketa hasil Pemilu di sebuah negara tidak bisa dibawa ke pengadilan internasional.
Pengadilan internasional tidak melayani gugatan kontestan Pemilu di sebuah negara.
"Adapun PBB itu tidak mengadili sengketa hasil Pemilu, tidak mengadili gugatan kontestan Pemilu," kata Mahfud di KPU RI, Jakarta Pusat, Rabu, 10 April 2019 lalu.
Baca: MK Abaikan Kesaksian Keponakan Mahfud MD Soal Kecurangan Bagian dari Demokrasi