Namun, proses hukum terus berjalan.
2. Dilaporkan ke polisi
Nuril dilaporkan ke Polres Mataram pada 17 Maret 2015 oleh Muslim atas dugaan pelanggaran UU ITE.
Akibat laporan tersebut, Nuril harus menjalani pemeriksaan di kantor polisi hingga akhirnya resmi ditahan pada 27 Maret 2017.
Saat Nuril ditahan, Isnaini, suami Nuril terpaksa berhenti dari pekerjaannya dari salah satu rumah makan di Gili Trawangan karena harus mengurus ketiga buah hatinya yang masih kecil.
Beberapa bulan setelah kejadian tersebut, mantan atasan Nuril naik jabatan menjadi kepala bidang di salah satu dinas di Pemkot Mataram.
Tim hukum Nuril kemudian mengajukan surat penangguhan penahanan dengan alasan kemanusiaan.
Hal itu dikarenakan Nurul memiliki tiga orang anak yang masih membutuhkan perhatian dari orangtua.
Saat itu, sudah ada 28 nama baik dari lembaga maupun perorangan yang bersedia menjadi penjamin penangguhan penahanan untuk terdakwa Nuril.
Beberapa penjamin di antaranya, Kepala Dinas Sosial, Kepala Dinas Perdagangan, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ketua DPRD Lombok Timur, Ketua Komisi V DPRD Provinsi NTB dan beberapa lembaga lainnya.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani mengatakan, jerat hukum melalui penuntutan di pengadilan dengan dakwaan melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( UU ITE) atas Baiq Nuril, adalah bentuk kriminalisasi.
Menurutnya, Nuril bukanlah pihak yang mendistribusikan atau menyebarkan rekaman perbuatan asusila yang diceritakan kepadanya.
"Penahanan terhadap Ibu Nuril adalah tindakan yang belebihan, mengingat Ibu Nuril memiliki tiga orang anak. Tidak ada hal-hal yang membuatnya akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti, atau mengulang perbuatannya," ujar Yati kepada Kompas.com, Selasa (16/5/2017).
Menurutnya, Nuril harus dilindungi dan bukannya dikriminalisasi karena perbuatan asusila atasannya.