Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik penyelenggaraan pemungutan suara di luar negeri berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Setidaknya sebanyak tiga partai politik mengajukan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk pemilihan legislatif (pileg) di luar negeri.
Baca: Diduga Ubah Hasil Pileg, KPU Diingatkan Bekerja Berdasarkan Konstitusi
Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Gerindra mempermasalahkan rekomendasi Bawaslu RI.
Bawaslu RI mengeluarkan rekomendasi supaya surat suara pemungutan suara ulang yang dikirim melalui pos kepada PPLN Kuala Lumpur setelah 15 Mei 2019 tidak sah dan tidak dihitung.
Partai NasDem melalui penasihat hukum Taufik Basari mendalilkan Bawaslu keliru menafsirkan surat KPU RI Nomor 819/PL.02.6SD/01/KPU.5/2019 tertanggal 12 Mei 2019 untuk tenggang waktu penerimaan surat suara.
Dia mengklaim Partai NasDem kehilangan 35.306 suara akibat rekomendasi Bawaslu RI.
Padahal, setelah 15 Mei 2019, PPLN Kuala Lumpur menerima 62.278 suara bercap pos 15 Mei 2019.
"Konsekuensi dari dinyatakan tidak sah suara yang telah dihitung tersebut berakibat pada pelanggaran hak konstitusional pemilih," tutur Taufik ditemui di Gedung MK, Rabu (10/7/2019).
Menurut dia, terdapat perbedaan perolehan suara untuk 16 partai peserta pemilu karena KPU menjalankan rekomendasi Bawaslu itu.
Dia menyebut peroleh suara Partai NasDem yang ditetapkan KPU setelah rekomendasi Bawaslu sebesar 22.558 dari yang semestinya 57.864 sehingga hilang 35.306 suara.
"Terjadi penghilangan perolehan suara partai-partai politik, termasuk pemohon, dari wilayah luar negeri Malaysia," tuturnya.
Sementara itu, PKB melalui kuasa hukum, Radian Syam meminta Mahkamah menyatakan surat suara pemungutan ulang yang dikirim melalui pos dan diterima PPLN Kuala Lumpur sebelum 15 Mei dan 16 Mei 2019 yang dinilai tidak sah dapat dihitung.
Dia mendalilkan keberatan atas pelanggaran etik penyelenggara pemilu, baik KPU RI maupun Bawaslu RI yang menyebabkan kerugian terhadap PKB.