Karena itu, Amien mengatakan, pembentukan koalisi pemerintahan jangan dijadikan dasar untuk rekonsiliasi seusai Pilpres 2019.
Amien menyatakan semestinya rekonsiliasi dilakukan tanpa ada iming-iming jatah kursi menteri.
Sebab, kata Amien, partai oposisi tetap dibutuhkan dalam negara demokrasi. Jika semua partai di parlemen mendukung pemerintah, tak akan ada kritik untuk menjaga kualitas kebijakan.
Ia juga meminta konflik seusai pilpres jangan dijadikan alasan adanya pembagian jatah menteri dalam rekonsiliasi.
"Saya ingin katakan, kita sikapi sesuatu yang amat sangat kecillah. Masalah ini (konflik seusai pilpres) jangan dibesar-besarkan. Kemudian seolah akan pecah, akan ada huru-hara. Itu jauh dari kamus bangsa Indonesia," tutur Amien.
"Kita sudah mengalami berkali-kali lebih dahsyat pun. Ini (konflik usai pilpres) ecek-eceklah. Ada 1948 di Madiun, ada 1965 PKI. Ini (pilpres) cuma enteng saja. Ini enteng saja enggak usah dibesar-besarkan," kata dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Amien Rais: Jokowi Itu Mudeng Demokrasi"
Surat dari Prabowo
Pada kesempatan itu. Amien Rais mengatakan bahwa Prabowo Subianto mengirimkan surat kepadanya sehari sebelum bertemu dengan Jokowi, di Stasiun MRT, Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7/2019).
Surat tertanggal 12 Juli 2019 itu baru ia baca Senin (15/7/2019) setibanya di Jakarta.
Alasannya surat tersebut dialamatkan Prabowo ke kediaman Amien Rais di Jalan Gandaria, Jakarta, sementara dalam beberapa hari terkahir, Amin Rais berada di kediamannya di Yogyakarta.
Amien Rais mengatakan bahwa surat tersebut berisi pemberitahuan dari Prabowo mengenai rencana bertemu Jokowi.
Adapun alasanya yakni demi kepentingan bangsa yang lebih besar.
"Isinya Pak Amien kemungkinan 13 Juli, jadi esok harinya akan ada pertemuan dengan pak Jokowi, bagi saya pak Amien kepentingan lebih besar yaitu keutuhan bangsa, NKRI, dan lain lain itu lebih saya pentingkan," katanya.