Gelagat tidak baik
Sebelum terjadi insiden penganiayaan terhadap hakim, Desrizal memperlihatkan gelagat tidak baik dihadapan majelis hakim.
Hingga, akhirnya pada saat majelis hakim membacakan pertimbangan-pertimbangan putusan, Desrizal maju kehadapan majelis hakim sembari melayangkan ikat pinggang ke wajah mereka.
Hal tersebut diungkap juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Makmur.
Dia menerima kronologis insiden penganiayaan setelah meminta keterangan dari hakim DB dan HS, selaku korban.
"Kalau informasi resmi dari majelis hakim yang bersangkutan selama pemeriksaan perkara itu berjalan sebelumnya pun yang bersangkutan terkadang menunjukkan sikap arogan atau tidak bersahabat ya di ruang sidang," kata Makmur, ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (19/7/2019).
Baca: Mulai Ekstrem, Suhu Udara di Mekkah Diprediksi Capai 46 Derajat Celsius pada Sabtu, 19 Juli 2019
Baca: Ingatkan Saksi Grup WA Barbie Kumalasari, Farhat Abbas: Yang Nimbrung Jangan Bicara Sembarangan
Namun, setiap kali Desrizal menunjukkan gelagat tidak baik, kata Makmur, majelis hakim sudah berupaya menegur yang bersangkutan agar menghargai persidangan.
"Tetapi, setiap kali yang bersangkutan menunjukkan sikap begitu, ketua majelis yang memimpin sidang perkara itu memberikan penjelasan kepada yang bersangkutan untuk tetap sama-sama menghargai proses persidangan," kata dia.
Sikap-sikap tidak bersahabat itu diantaranya membentak saksi-saksi dari kubu tergugat yang dihadirkan ke persidangan.
"Berdasarkan informasi dari ketua majelisnya setiap persidangan menunjukkan sikap yang kurang bersahabat dalam persidangannya seperti membentak saksi-saksi yang diajukan lawannya atau sehingga tetap diingatkan sama majelis agar insiden-insiden kecil itu dapat teratur setiap persidangan," kata dia.
Sampai saat ini, Makmur menilai belum terungkap apa motif Desrizal melakukan hal tersebut.
Dia mensinyalir Desrizal memandang pembacaan pertimbangan majelis hakim tidak menguntungkan kubunya.
"Sejauh itu belum terungkap dari majelis hakim sendiri, reaksi itu terjadi karena majelis hakim mengarah pada pertimbangan yang menyatakan gugatan dalam prkara itu ditolak. Mungkin advokat ini merasa tidak diuntungkan dengan hukumnya dan merasa dirugikan makanya mengambil sikap seperti itu," katanya.
Sosok sang pengacara
Hanna Lilies, juru bicara pengusaha Tomy Winata, selaku penggugat perkara dan juga pemberi kuasa terhadap Desrizal mengungkapkan sosok pria tersebut.
"Aduh, orangnya kalem banget, sabar dan sangat banyak pertimbangan dalam melakukan sesuatu," kata Hanna, saat dihubungi, Jumat (19/7/2019).
Sehingga, setelah menerima informasi adanya penganiayaan yang dilakukan Desrizal, pihaknya kaget.
Sebab, mereka tidak menyangka orang yang diberikan kuasa justru berbuat onar di persidangan.
"Kami benar-benar tidak mengetahui dan belum mengetahui kenapa?" kata dia.
Dia membantah, insiden itu dilakukan atas seizin Tomy Winata.
Baca: Pemerintah Diharapkan Awasi Ketat Baja yang Masuk ke Dalam Negeri
Baca: Genjot Infrastruktur, Herman Deru Boyong Walikota-Bupati ke Menteri PUPR
Bahkan, dia menegaskan, Tomy Winata, menyayangkan hal itu terjadi.
"Saya mengerti pasti banyak yang berpikir begitu, tetapi Pak TW sendiri juga sangat kaget dan menyesalkan hal ini. Yakin, ini tidak ada tekanan dari siapapun," ungkapnya.
Desrizal pun dipastikan akan dicopot sebagai kuasa hukum TW.
"Pastinya selama menjalani proses hukum kan tidak mungkin bisa menjadi kuasa hukum, kemungkinan besar karena show must go on ya harus dicari penggantinya," kata Hanna Lilies.
Reaksi MA
Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Andi Samsan Nganro, mengecam insiden penganiayaan yang dilakukan seorang kuasa hukum berinisial D kepada dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dia menilai upaya penganiayaan yang itu merupakan perbuatan yang menciderai lembaga peradilan dan merupakan "Contempt of Court".
Menurut dia, masalah peradilan tidak hanya hakim dan aparat pengadilan, tetapi semua pihak di dalam ruang pengadilan/ruang persidangan harus menghormati.
Dia menegaskan, semua pihak wajib menjunjung tinggi etika profesi masing masing.
"Hakim harus patuh pada kode etik. Panitera harus patuh kepada kode etik, jaksa harus patuh pada kode etik dan Advokat juga harus patuh pada kode etiknya. Perbutan yang dilakukan tidak saja bertentangan dengan kode etiknya, tetapi sudah masuk ranah tindak pidana," kata dia, dalam keterangannya, Kamis (18/7/2019).
Baca: Beredar Kabar Potensi Gempa 8,8 SR dan Tsunami Setinggi 20 Meter, BMKG: Gempa Belum Dapat Diprediksi
Baca: Pemerintah Diharapkan Awasi Ketat Baja yang Masuk ke Dalam Negeri
Dia menjelaskan, persidangan merupakan tempat yang sakral.
Sehingga, kata dia, semua pihak harus menghormati persidangan.
Apabila ada pihak yang belum bisa menerima putusan hakim, dia menyarankan, cukup menyampaikan pikir-pikir atau langsung menyatakan upaya hukum banding.
"Itulah etika persidangan menurut hukum," ujarnya.
Dia menambahkan, dalam rekaman terlihat jelas persiapan pelaku sampai perbuatan tersebut dilakukan pada saat hakim membacakan putusan, yaitu hakim diserang pada saat menjalankan jabatannya. (tribunnews.com/ glery/ fahdi)