News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rusuh di Papua

Pro Kontra Pembatasan Internet di Papua: Ombudsman Minta Evaluasi, Pemerintah Menilai demi Kebaikan

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Para aktivis menggelar aksi demonstrasi meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) membuka akses internet di Papua dan Papua Barat di depan kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2019). Aktivis menuntut pemerintah mencabut pembatasan jaringan internet di Papua dan Papua Barat. Sebab, pemblokiran dan pembatasan akses informasi ini melanggar hak digital, terutama hak warga negara untuk dapat mengakses informasi.

"Memang benar hak menikmati informasi itu ada batasannya ya, tapi secara prinsip pembatasan seperti itu terhadap penikmatan hak tersebut harus berpegang pada beberapa hal," kata Damar kepada Kompas.com, Minggu (25/8/2019).

Menurut Damar, pembatasan akses internet harus didasarkan pada seberapa mendasaknya atau situasi darurat yang dianggap membuat negara atau pemerintah patut membatasi secara masif hak akses atas informasi.

"Rujukannya UUD 1945, memang boleh dikurangi tapi ada rujukannya di Pasal 12 bahwa situasi darurat hanya bisa disampaikan Presiden yang memiliki kewenangan dengan menyatakan secara terbuka ada situasi darurat lalu harus dinyatakan terbuka berapa lama situasi darurat itu terjadi," kata Damar.

Damar menjelaskan, ada dua jenis situasi darurat, yaitu darurat sipil dan darurat militer.

Sehingga, penyampaian situasi darurat tidak bisa disampaikan oleh level kementerian, harus Presiden.

"Dan harus dinyatakan dengan dasar yang jelas, disampaikan lewat surat selevel keputusan presiden atau keppres ya," ujar dia.

Kedua, Damar menyoroti pernyataan Rudiantara soal Pasal 40 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Rudiantara menyatakan, di pasal tersebut pemerintah wajib melindungi masyarakat, karena itu pemerintah diberi kewenangan.

Damar menyatakan, penggunaan Pasal 40 tersebut sepatutnya merujuk pada Pasal 12 UUD 1945 tadi.

Ia menilai Pasal 40 itu tidak bisa digunakan Kemenkominfo secara berlebihan.

"Tambahan lain, meskipun dalan Pasal 40 ini, pasal yang baru direvisi tahun 2016 meski memiliki kewenangan penuh, UU ITE itu belum ada turunan mekanisme pelaksanaannnya jadi baru hanya bunyi pasalnya saja," ujar Damar.

"Kenapa harus dituliskan kewenangan tersebut? Karena memang harus dijelaskan cara mekanismenya seperti apa," kata dia.

Menurut Damar, tidak pernah ada turunan yang menjelaskan bahwa ada diperbolehkannya pembatasan seperti yang dilakukan Kementerian Kominfo.

"Dalam bentuk pelambatan informasi atau internet throttling dan pembatasan akses informasi dalam bentuk blokir seperti yang terjadi di Papua dan Papua Barat," ucap Damar.

Jika tidak ada aturan turunan yang rinci, dasar hukum pembatasan internet dianggap lemah.

Oleh karena itu, Damar memandang pembatasan akses internet di Papua dan Papua Barat sebagai sebuah kekeliruan.

"Kita menganggap ini sebuah kekeliruan dalam pengambilan keputusan," ujarnya.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Kompas.com, Ihsanuddin, Rakhmat Nur Hakim, Devina Halim, Ardito Ramadhan, Dylan Aprialdo Rachman)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini