“Satu aturan yang akan disederhanakan adalah batasan nominal dokumen yakni Rp 5 juta, jika dokumen yang akan dikenakan bea meterai di atas nilai tersebut akan bebaa bea meterai. Simplifikasi tersebut akan meningkatkan penerimaan.”
“Dengan adanya simplifikasi tersebut yang akan mengalami beban terbesar adalah kelompok bawah dan menengah. Untuk itu perlu dilakukan kenaikan threshold bagi dokumen yang terutang bea meterai,” kata Rusito.
Sementara itu Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menegaskan adaptasi atau pengenanaan bea meterai perlu instrumen yang dikenakan pajak secara rinci.
Menurutnya pengenaan bea meterai digital perlu harmonisasi regulasi dan efektivitas siatem administrasi.
“Tarif bea meterai sebenarnya tak berdampak signifikan bagi ekonomi, tapi berdampak psikologis dan sosial besar karena situasi politik dan ekonomi sehingga perlu ditinjau ulang,” terangnya.
Yustinus pun mengingatkan bahwa penerapan bea meterai yang akan ditentukan tersebut perlu diawasi secara efektif untuk mencegah penyalahgunaan yang bisa membuat tujuan pengenaan bea meterai, terutama bea meterai digital tak melenceng.
Ia pun menerangkan bahwa pengenaan pajak atas dokumen di negara lain sudah dimasukkan dalam stamp duty yang merupakan pajak langsung yang dikenakan kepada semua dokumen keuangan.
“Meski pun demikian keabsahan bea meterai di Indonesia sudah dilakukan sejak masa kolonial yakni tahun 1817,” pungkasnya.