"Kami belum tahu. Nyatanya Pak Pratikno (Mensesneg) masih jadwalkan longgarnya jadwal Pak Presiden kapan. Sempat ada undangan tadi malam, tapi kemudian, mungkin karena kesibukan Presiden undangan itu kemudian ditunda dulu," katanya.
Tak hanya kepada Presiden, pimpinan KPK pada hari ini melayangkan surat kepada DPR. Dalam surat itu, Pimpinan KPK meminta dilibatkan dalam pembahasan RUU KPK. Selain itu, Lembaga Antikorupsi juga meminta Presiden dan DPR tidak terburu-buru mengesahkan RUU KPK.
"Supaya kita tahu draf sesungguhnya itu seperti apa isinya. Itu saja. Kalau bisa jangan buru-buru supaya ada pembahasan yang lebih matang, lebih baik, dan lebih banyak melibatkan para pihak. Jadi kan di dalam banyak kesempatan perlu melibatkan para ahli baik ahli hukum yang di luar maupun di dalam. Perguruan tinggi maupun kalau bisa KPK dilibatkan. Hanya itu saja. Jangan buru-buru lah. Kita mengejar apa sih," katanya.
Saat pelantikan ini tidak terlihat Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang yang disebut telah mengundurkan diri. Agus meluruskan isu tersebut. Dikatakan, Saut saat ini dalam posisi cuti.
"Seminggu kalau tidak salah (cutinya)," katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan lembaga antikorupsi akan tetap berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya.
Meskipun tidak mudah, katanya, hal tersebut merupakan upaya KPK menjalankan amanat. Hal ini disampaikan Febri untuk merespon berbagai pertanyaan publik mengenai keputusan Pimpinan KPK mengembalikan mandat pada Presiden.
"KPK sangat memahami kekhawatiran banyak pihak jika KPK berhenti bekerja saat ini. KPK menerima banyak masukan baik secara langsung ataupun melalui pemberitaan di media. Di tengah berbagai serangan pada KPK akhir-akhir ini, kami akan tetap berupaya menjalankan tugas sebaik-baiknya. Meskipun tidak mudah, tapi hal tersebut kami sadari sebagai amanat yang harus dijalankan," katanya.
Febri menjelaskan, penyerahan tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden sebagaimana yang disampaikan Agus Rahardjo Cs pada Jumat (13/9/2019) lalu berangkat dari pemahaman bahwa Presiden adalah pemimpin tertinggi dalam bernegara, tentu termasuk pemb korupsi. Dikatakan salam posisi Presiden sbg Kepala Negara itulah KPK menyerahkan nasib lembaga ini ke depan pada Presiden.
"Seperti yang disampaikan Pimpinan kemarin, semua diserahkan pada Presiden. Jadi kami menunggu langkah signifikan lebih lanjut untuk menyelesaikan semua hal ini," katanya.
Menurutnya, pemahaman ini perlu dijaga karena dimanapun di dunia, tidak mungkin pemberantasan korupsi akan berhasil tanpa komitmen dan tanggungjawab kepala Negara. Untuk itu, KPK berharap, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tetap berjalan lurus. Hal ini hanya bisa dilakukan jika ada komitmen kuat kita semua.
"Oleh karena itulah, rasanya tidak berlebihan jika kita menggugah kembali Pemimpin dan menitipkan harapan penyelamatan pemberantasan korupsi ke depan. Dalam konteks itulah KPK menyerahkan nasib KPK pada Presiden selaku kepala Negara," katanya.
Meski demikian, KPK, kata Febri menyadari pelayanan pada masyarakat tetap harus berjalan. Pelaksanaan tugas KPK tidak boleh berhenti di saat para pelaku korupsi mungkin masih berkeliaran di luar sana.
Terkait dengan pelaksanaan tugas Pimpinan, Febri mengingatkan Pasal 32 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK menyebutkan pemberhentian Pimpinan KPK dilakukan dengan alasan-alasan yang terbatas dan baru efektif berlaku sejak Presiden menerbitkan Kepres.
"Oleh karena itu, sembari menunggu tindakan penyelamatan KPK dari Presiden, terutama terkait revisi UU KPK yang semakin mencemaskan, maka KPK terus menjalankan tugas dan amanat UU. KPK percaya Presiden akan mengambil tindakan penyelamatan dan tidak akan membiarkan KPK lumpuh apalagi mati," katanya.(*)