Sementara dua fraksi yaitu PKS dan Gerindra juga sepakat dengan revisi UU KPK, hanya saja dengan sejumlah catatan.
Sedangkan satu fraksi yaitu Partai Demokrat belum bersikap lantaran masih harus berkonsultasi terlebih dahulu.
Bagian dari eksekutif
Salah satu poin yang direvisi dalam undang-undang KPK yakni mengenai status kelembagaan lembaga anti rasuah tersebut. Dalam pasal 1 ayat 3 revisi, KPK ditempatkan sebagai lembaga negara yang menjadi bagian dari eksekutif.
"Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan Undang-Undang ini," bunyi pasal tersebut.
Baca: Ternyata Pemilik Mobil yang Menyeret Anggota Polantas Mengidap Kanker Stadium 4
Sebelum direvisi, pasal tersebut berbunyi Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
Sehingga kemudian, Implikasi dari perubahan pasal tersebut, maka KPK sekarang kini merupakan bagian dari eksekutif, bukan lembaga Independen.
Tunduk pada UU ASN
DPR RI telah mengesahkan Revisi Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (Revisi UU KPK).
Pengesahan dilakukan dalam sidang Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, (11/9/2019).
Baca: Maman Suherman: Rakyat yang Akan Langsung Awasi Dewan Pengawas KPK
Salah satu poin perubahan revisi selain status kedudukan KPK yang kini bagian dari eksekutif, bukan lembaga Independen, adalah status para pegawai KPK.
Para pegawai lembaga anti rasuah tersebut kini berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ketentuan tersebut, termuat dalam pasal 1 ayat 6 UU KPK yang baru saja direvisi.
"Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara," bunyi pasal tersebut.