News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Selain RKUHP dan RUU KPK, DPR RI Juga Segera Sahkan RUU Pertanahan, Sejumlah Guru Besar Protes

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana ruang Rapat Paripurna DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9/2019). Pemerintah dan DPR menyepakati pengesahan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dihadiri oleh 80 orang anggota DPR. Tribunnews/Jeprima

"Jangan ada pihak yang mencoba memperkeruh susana karena BPODT bersama warga sudah menyepakati beberapa hal," kata Darwin dalam situs resmi Pemkab Toba Samosir.

Jabangun menolak klaim tersebut. Ia berkeras, pemerintah harus mengembalikan tanah itu kepada warga adat.

Setelahnya, kata dia, masyarakat Sigapiton akan menunjukkan lokasi proyek yang merusak ladang, mata air, hingga makam leluhur merkea.

"Nanti kami tunjukkan di mana bangunan mereka bisa berdiri. Kalau diminta di atas rumah kami, bagaimana mungkin kami menyerahkannya?" kata Jabangun.

HANDOUT
Masyarakat lokal dan aparat keamanan sempat berhadap-hadapan dalam konflik agraria di Desa Patiala Bawa, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, Mei 2018.

Konflik agraria seperti yang terjadi di Toba Samosir tadi diperkirakan bakal makin sering terjadi jika RUU Pertanahan tak diubah dan disahkan, pekan depan.

Guru Besar Agraria Institut Pertanian Bogor, Endriatmo Soetarto, menyebut draf beleid itu tak memberi solusi atas konflik agraria yang marak.

Tak ada pula ketentuan yang menjawab ketimpangan struktural, laju konversi lahan pertanian, dan kemiskinan akibat kebijakan pertanahan, kata Endriatmo.

"RUU ini jalan menuju neoliberalisme pasar tanah. Itu sama sekali bertentangan dengan UUPA. Dengan praktek itu, mereka yang lemah pasti tersisih."

"Gini rasio tanah kita hampir 0.6 atau 1% penduduk menguasai 60% tanah di negara ini. Ketika rakyat makin tersisih, itu bisa mencetuskan konflik yang makin tajam," ujar Endriatmo.

Izin pengelolaan

Endriatmo adalah satu dari sejumlah guru besar agraria yang menolak pengesahan RUU Pertanahan. Selain dia, ada pula Maria Sri Wulan Sumardjono (UGM) dan Ida Nurlinda (Unpad).

Puluhan organisasi swadaya nirlaba di sektor agraria, lingkungan, dan pendamping kelompok rentan pun menggarisbawahi beragam pasal yang mereka anggap tidak tepat. 

Salah satu yang dikritisi Endriatmo adalah ketentuan yang memungkinkan pemerintah menerbitkan hak pengelolaan (HPL) tanah berbasis hak menguasai negara.

Menurutnya, pasal itu serupa dengan konsep domein verklaring era pemerintahan kolonial Belanda yang dihapus UU 1/1960 tentang Pokok Agraria (UUPA).

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini