News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Empat Fakta Film G30S/PKI: Film Termahal, Tayang Perdana hingga Perdebatan Kebenaran Cerita

Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Setiap menjelang tanggal 30 September, banyak orang akan teringat pada peristiwa pembunuhan sejumlah jenderal TNI pada 30 September 1965.

Ada pun Menteri Penerangan saat itu Letjend (Purn) TNI Yunus Yosfiah, mengatakan, pemutaran film yang bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G30S/PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika Reformasi.

"Karena itu, tanggal 30 September mendatang, TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan lagi film Pengkhianatan G30S/PKI," ujar Yunus seperti ditulis dalam harian Kompas, 24 September 1998.

3. Kualitas Film Dipuji

Mengutip Kompas.com, terlepas dari kebenaran konten cerita yang ditawarkan, film ini menyuguhkan karya sinematografi dan seni peran yang paripurna.

Ditambah, efek warna dan suara mencekam membuat penontonnya terbawa dengan suasana kelam saat itu.

Salah satu sinematografer yang juga seorang sutradara film The Origin of Fear (2016), Bayu Prihantoro Filemon, membagikan pandangannya.

Menurut Bayu, sejumlah adegan kekerasan dengan latar suara yang mencekam membuat film itu menyerupai film horor.

"Film ini bisa saya sebut 'horor paripurna'," kata Bayu.

"Karena film ini, dengan segala keterbatasannya, berhasil menebar teror sekaligus menjadi trauma generasi," kata sutradara yang memenangkan Best Short Film di Art Film Fest Kosice di Slovakia pada 2017 ini.

Baca: Profil Omar Dhani, Mantan Menteri Panglima Angkatan Udara yang Dihukum karena Dituding Terlibat G30S

Bayu melanjutkan, film yang merupakan proyek pemerintah ini mampu mewujudkan realitas film menjadi realitas nyata di dalam kehidupan sehari-hari.

Sutradara yang karyanya juga masuk dalam nominasi Best Short Film di Venice Film Festival ini menyebutnya sebagai pseudomemory sejarah bangsa.

Menurut Bayu, hal itu berhasil dicapai meskipun film ini masih memiliki banyak kekurangan dari berbagai sisi.

"Dari sisi teknis, termasuk perihal efek suara, kualitas akting, sudut pengambilan gambar, dan musik, film Pak Arifin tersebut tentu saja tetap ada kekurangannya," kata Bayu.

"Saya tumbuh dengan bahasa-bahasa film yang lebih modern dibandingkan dengan apa yang ada di film tersebut," ujar Bayu, yang juga berprofesi sebagai dosen.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini