News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Empat Fakta Film G30S/PKI: Film Termahal, Tayang Perdana hingga Perdebatan Kebenaran Cerita

Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Setiap menjelang tanggal 30 September, banyak orang akan teringat pada peristiwa pembunuhan sejumlah jenderal TNI pada 30 September 1965.

4. Jalan Cerita dan Beberapa Adegan Tua Perdebatan

Pasca-Orde Baru runtuh, sejumlah pihak menyoroti kebenaran cerita film G30S/PKI. 

Sejumlah adegan dan penggambaran sosok dalam film juga dipertanyakan karena dianggap tak sesuai dengan kenyataan. 

Di antaranya adalah soal adegan DN Aidit merokok. 

Mengutip Intisari, menurut anak DN Aidit, Ilham Aidit, penggambaran ayahnya merokok tidaklah benar. 

Namun, majalah Intisari yang terbit pada Maret 1964 berisi keterangan yang sebaliknya.

Intisari yang melakukan wawancara dengan D N Aidit selama dua jam itu menerangkan bahwa tokoh PKI tersebut banyak minum, merokok, dan menikmati secangkir kopi pahit.

Perwira TNI yang menjadi eksekutor Aidit bercerita saat penangkapan Aidit di Solo.

DN Aidit, pemimpin senior Partai Komunis Indonesia (PKI). (intisari.grid.id)

Ada puntung rokok yang sempat dinikmatinya.

Sebelum dieksekusi mati, Aidit juga sempat meminta rokok kepada petugas pemeriksa.

Adegan lainnya yang dipersoalkan adalah mata dicongkel yang dinilai tak sesuai dengan fakta. 

Imelda Bachtiar, penulis memor kesejarahan, mewawancarai dr Liem Joe Thay yang kemudian lebih dikenal dengan Prof Arief Budianto, kini telah almarhum, Guru Besar Kedokteran Forensik UI.

Ia salah seorang dokter non-militer yang saat itu diminta bergabung dengan Tim Kedokteran ABRI untuk memeriksa mayat enam perwira tinggi dan satu perwira pertama korban, pada malam 4 Oktober sampai dini hari 5 Oktober 1965.

Baca: TERUNGKAP DN Aidit Tokoh G30S Ternyata Suka Baca Al Quran & Sering Khatam: Kesaksian Prof Salim Said

Bagian terpenting dari wawancara itu yang juga dikutip oleh Julius Pour dalam bukunya Gerakan 30 September, Pelaku, Pahlawan dan Petualang (Penerbit Buku Kompas, 2010) adalah ketika Prof Arief menyatakan, “Satu lagi, soal mata yang dicongkel. Memang, kondisi mayat ada yang bola matanya copot, bahkan ada yang sudah kontal-kantil. Tetapi itu karena sudah tiga hari terendam air di dalam sumur dan bukan karena dicongkel paksa. Saya sampai periksa ulang dengan saksama tapi matanya dan tulang-tulang sekitar kelopak mata. Apakah ada tulang yang tergores? Ternyata tidak ditemukan...”

Agus Surono bertanya pada Prof Arief, mengapa di film ada adegan penyiksaan yang sadis dengan mencungkil bola mata, “Itu semua tidak ada, pemeriksaan mayat membuktikannya. Film itu kan propaganda Orde Baru,” demikian Prof Arief.

Catatan redaksi: Isi berita ini telah mengalami perubahan karena adanya kesalahan pengutipan sebelumnya. Redaksi meminta maaf atas ketidakakuratan

(Tribunnews.com/Daryono) (Intisari/Agus Surono) (Kompas.com/Luthfia Ayu Azanella)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini