Mendikbud juga meminta agar pihak sekolah menjalin kerja sama dan membangun komunikasi yang harmonis dengan orang tua/wali untuk memastikan putera/puterinya mengikuti proses pembelajaran sesuai ketentuan.
Namun demikian, imbaun dari Mendikbud tersbeut belum sesuai dengan yang diharapkan karena masih banyaknya pelajar yang ikut aksi demo dan ditangkap kepolisian.
Baca: BEM SI Gelar Demo Bertepatan Pelantikan DPR, Antisipasi Polisi hingga Mendikbud Larang Pelajar Ikut
Di Solo, Jawa Tengah, pantauan Tribunnews.com dilapngan, aksi unjuk rasa yang digelar oleh aliansi Solo Raya Bergerak (Sorak) pada Senin (30/9/2019) juga diikuti oleh kaum pelajar SMA/Sederajat.
Hal ini nampak dari pakaian yang mereka kenakan masih berseragam putih abu-abu.
Sama seperti Solo, di Jogja Aksi #GejayanMemanggil juga diikuti oleh aliansi pelajar.
TribunJogja melaporkann bahkan pelajar diberikan ruang kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya di panggung orasi.
Salah satu perwakilan pelajar yang naik di panggung orasi mengatakan, Pelajar ingin menunjukkan bahwa pihaknya bersama masyarakat menolak RUU yang janggal.
Baca: Mendikbud: Tidak Ada Sanksi Bagi Pelajar yang Demo
Melanggar UU
Pelibatan pelajar dalam aksi demonstrasi dinilai melanggar UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Dalam Pasal 15 tercantum aturan bahwa setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan politik, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial.
Dilansir Kompas.com, pengamat pendidikan, Darmaningtyas mengatakan, Pelajar dalam usia 16-18 tahun atau masih berada di tingkat menengah atas masih masuk dalam kategori anak-anak.
Menurutnya, unjuk rasa yang dilakukan pelajar dan mahasiswa memiliki ranah yang berbeda.
"Meskipun sama-sama aksi unjuk rasa, tapi beda ranah antara unjuk rasa yang dilakukan oleh mahasiswa dengan pelajar," ucap Darmaningtyas, Rabu (2/10/2019).
Demonstrasi pelajar dapat diterima jika tuntutan yang disampaikan terkait dengan tidak terpenuhinya hak-hak mereka sebagai pelajar.