Kasus itu juga menjerat Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto, selaku pihak penyuap. Keduanya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 25 Oktober 2018.
Dalam perkara tersebut, Pengadilan Tipikor Bandung telah memvonis Sunjaya dengan hukuman 5 tahun pidana penjara. Sementara, Gatot divonis 2 tahun 2 bulan pidana penjara.
Laode menjelaskan, berdasarkan fakta-fakta yang berkembang dalam proses penyidikan hingga persidangan, KPK menemukan sejumlah bukti dugaan Sunjaya melakukan TPPU.
Dikatakan, diduga Sunjaya selama menjabat sebagai Bupati Cirebon (19 Maret 2014 – 25 Oktober 2018) telah menerima gratifikasi dan suap dari sejumlah pihak dengan nilai total Rp 51 miliar.
Rinciannya, penerimaan suap sebesar Rp 6,04 miliar dari pihak Hyundai Engineeering & Construction (HDEC) terkait perizinan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 di Kabupaten Cirebon.
Selanjutnya, penerimaan suap terkait perizinan properti di Cirebon sebesar Rp 4 miliar.
Baca: Prediksi Skor Perseru Badak Lampung vs Semen Padang Liga 1, Milan Waspadai Tren Positif Tim Tamu
Selain itu, Sunjaya selama menjabat sebagai Bupati Cirebon, diduga menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 41,1 miliar dari sejumlah pihak.
Gratifikasi itu berasal dari pengusaha sebesar Rp 31,5 miliar terkait pengadaan barang dan jasa, dari ASN Pemkab Cirebon sekitar Rp 3,09 miliar terkait mutasi jabatan, dari setoran Kepala SKPD/OPD Pemkab Cirebon sekitar Rp 5,9 miliar, serta sekitar Rp 500 juta terkait perizinan galian.
"Tersangka SUN selaku Bupati Cirebon juga tidak melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur Pasal 12 C UU Nomor 20 Tahun 2001," kata Syarif.
Selain ke acara PDIP, dana hasil suap dan gratifikasi yang diterimanya ditempatkan di rekening nominee atas nama pihak lain, namun digunakan untuk kepentingan Sunjaya.
Lalu, Sunjaya memerintahkan bawahannya untuk membeli tanah di Kecamatan Talun, Cirebon, sejak 2016 sampai 2018 senilai Rp 9 miliar.
Transaksi itu dilakukan secara tunai dan kepemilikan diatasnamakan pihak lain.
Sunjaya juga memerintahkan bawahannya untuk membeli tujuh kendaraan yang diatasnamakan pihak lain, yaitu Honda H-RV, B-RV, Honda Jazz, Honda Brio, Toyota Yaris, Mitsubishi Pajero Sport Dakar, dan Mitsubishi GS41.
"Perbuatan-perbuatan tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan," kata Laode.