Pada tahun 2015, Fadjroel Rahman diangkat menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk., BUMN yang bergerak di bidang konstruksi.
Fadjroel merupakan salah satu aktivis pendukung Jokowi-Ma'ruf pada Pilpres 2019.
Dukungan tersebut juga diberikan saat Jokowi maju bersama dengan Jusuf Kalla pada Pilpres 2014.
Baca: Kapolda Jabar Beberkan Penyebab Pipa Pertamina Terbakar di Cimahi
Baca: Komjen Pol Ari Dono Diprediksi Jabat Plt Kapolri sampai Pensiun
4. Pernah Dipenjara pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, ia sempat mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan akibat aktivitasnya menentang pemerintahan Jenderal Besar Soeharto dan Rezim Orde Baru semasa menjadi mahasiswa Institut Teknologi Bandung.
Fadjroel Rachman bersama lima rekannya dipindah-pindah dari penjara satu ke penjara lainnya.
Dari Rumah Tahanan Militer Bakorstanasda Jawa Barat, ia dipindah ke Penjara Kebonwaru, lalu ke Penjara Batu di Pulau Nusakambangan, dan terakhir di Penjara Sukamiskin (tempat Ir. Soekarno Presiden Pertama Republik Indonesia dipenjarakan penjajah Belanda).
5. Menulis Esai di Dalam Penjara
Pada tahun 1987-1989, tiga tahun setelah kuliah, Fadjroel Rachman bersama-sama dengan para aktivis mahasiswa lainnya melakukan advokasi untuk petani di daerah Kacapiring, Batununggal, Kota Bandung dan Badega (Kampung Badega, Desa Cipangramatan, Cikajang, Garut).
Masih pada masa represif Soeharto, ia ditunjuk menjadi komandan lapangan dalam aksi long march sejauh 60 kilometer dari Kampus ITB menuju Cicalengka.
Aksi itu sempat dibubarkan oleh polisi dengan menghujani peserta aksi dengan peluru karet.
Fadjroel Rachman bersama kawan-kawannya juga beraksi menolak kedatangan Rudini yang saat itu menjabat sebagai menteri dalam negeri, dan menuntut turunnya Jenderal (purn) Soeharto sebagai Presiden karena kediktatorannya.
Buntutnya Fadjroel Rachman bersama lima rekan lainnya ditangkap.
Mereka mendekam di ruang tahanan Bakorstranasda selama satu tahun sebelum akhirnya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.
Ia terlibat Gerakan Lima Agustus ITB (1989) yang menuntut penurunan Soeharto dan menjadi tahanan politik berpindah-pindah 6 (enam) penjara termasuk Sukamiskin dan Nusakambangan.
Di balik empat penjara yang dijalaninya, Fadjroel Rachman menulis esai, novel dan puisi.
Puisi-puisi yang dituliskan di balik terali penjara itu kemudian diterbitkan dalam kumpulan puisi Catatan Bawah Tanah dan Sejarah Lari Tergesa.
Mochtar Lubis berminat menerbitkan puisi-puisi yang tercantum dalam pledoinya, kecuali dua puisi yang dianggap terlalu keras pada waktu itu.
Esai-esai penjaranya dimasukkan dalam buku "Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat" dan "Democracy Without the Democrats: On Freedom, Democracy and The Welfare State," lalu novelnya (direncanakan pentalogi) diterbitkan Gramedia Pustaka Utama berjudul "Bulan Jingga dalam Kepala."
Puisi-puisi perjalanannya di Eropa (Berlin dan Amsterdam) diterbitkan dalam antologi puisi "Dongeng Untuk Poppy" yang memenangkan Lima Besar Khatulistiwa Literary Award 2007.
(Tribunnews.com/Sinatrya) (Vivi Febrianti/TribunBogor)