Penetrasi budaya Barat yang demikian masif membuat budaya apa pun yang berasal dari budaya Barat akan dengan cepat terserap ke budaya lain.
Dalam tinjauan kebudayaan, ini berkaitan dengan kapital budaya dan popularitas yang digemari oleh masyarakat.
Terlebih lagi pada internet dan media sosial sekarang ini, kejadian di berbagai belahan dunia sangat cepat tersebar.
"Saya melihat pengaruhnya sebenarnya tidak signifikan terhadap kebudayaan Indonesia secara umum," kata Dhoni.
Menurutnya, kawula muda sekadar merayakan Halloween pada tempat-tempat tertentu, seperti di tempat umum, kafe, atau pinggir jalan.
"Mereka berkumpul di sana mengenakan kostum hantu karena mereka memperlihatkan budaya Barat, maka yang ditampilkan pun kebanyakan setan dari sana, seperti drakula, setan berdasi dan berjas, dan sejenisnya," ujar pria kelahiran Demak tersebut.
Dhoni pun mengatakan, pada era media sosial yang sarat citra ini, pelbagai perayaan itu sekadar untuk lucu-lucuan.
Orang-orang hanya sekadar berkumpul, mengenakan kostum tertentu, dan mengunggahnya ke media sosial.
"Hal yang ingin dicapai tidak lain untuk mendapat banyak jempol di media sosial. Dengan tujuan itu pula kini banyak orang melakukan apa pun untuk mencitrakan diri di media sosial," kata Dhoni.
Melihat masuknya budaya Halloween di Indonesia, Dhoni menyebutkan hal itu tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan.
"Saya pikir kita tak perlu khawatir secara berlebihan dalam merespons budaya Barat sejauh memang tak memberi dampak negatif secara langsung," ujarnya.
Dhoni membenarkan bahwa Halloween bukan budaya Indonesia dan mungkin tidak sejalan dengan kebudayaan bangsa ini.
Namun, Dhoni menyebutkan, sejarah membuktikan bahwa Indonesia memiliki ketahanan kebudayaan yang kuat.
"Identitas dan kekhasan budaya kita tidak akan luntur hanya karena Halloween," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Widyadewi)