Bukti pertama, kata Chuznaini, berdasarkan hasil uji balistik, proyektil dan selongsong yang ditemukan di tempat kejadian perkara identik dengan senjata api yang dibawa Brigadir AM.
"Hasil uji balistik kami ini menyimpulkan, dua proyektil dan dua selongsong peluru yang dilakukan pemeriksaan, identik dengan senjata api jenis HS yang diduga digunakan oleh Brigadir AM," ujar Chuzaini dalam konferensi pers di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2019).
Dalam kejadian itu sendiri, tim investigasi Polri mengamankan tiga proyektil peluru serta enam selongsong.
Tiga dari enam selongsong itu didapatkan dari Ombudsman wilayah Sulawesi Tenggara.
Bukti kedua, lanjut Chuznaini, polisi telah menerima hasil visum dari tiga korban.
Hasil visum korban bernama Imawan Randi (21) menunjukkan tewas akibat luka tembak.
Sementara satu korban tewas lainnya bernama Yusuf Kardawi (19) disimpulkan bukan karena luka tembak.
Adapun seorang ibu hamil bernama Maulida Putri (23) mengalami luka tembak di bagian betis kanan.
Bukti ketiga, yakni keterangan sebanyak 25 saksi yang menunjukkan bahwa Brigadir AM membawa senpi ketiga mengamankan unjuk rasa.
"Dari 25 saksi ini, termasuk enam anggota Polri yang sudah ditetapkan melakukan pelanggaran disiplin. Kemudian dua ahli, yaitu dokter yang melakukan pemeriksaan dan visum et repertum dari korban Randi dan Yusuf," ungkap Patoppoi.
Brigadir AM disangkakan Pasal 351 ayat 3 dan/atau pasal 359 KUHP subsider Pasal 360 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun penjara.
Pelaku pun akan dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa lebih lanjut. Berkasnya pun akan segera dilimpahkan ke jaksa penuntut umum.
Sebenarnya, terdapat lima anggota polisi lain yang terbukti membawa senjata api saat mengamankan aksi unjuk rasa menentak revisi UU KPK tersebut.
Mereka, yaitu eks Kasat Reskrim Polres Kendari AKP DK, Bripka MA, Bripka MI, Briptu H dan Bripda FRS.