TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto.
Penahanan ini dilakukan usai penyidik KPK melakukan pemeriksaan selama 10 jam. Toto sendiri telah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka sebanyak tiga kali.
Dikawal seorang pengawal tahanan (waltah) KPK dan satu orang polisi, Toto keluar dari Gedung Merah Putih KPK Jakarta dengan santai.
Mengenakan rompi oranye dan tangan terborgol, kepada awak media, Toto mengatakan dirinya telah difitnah perihal pemberian Rp10,5 miliar kepada pejabat Pemerintah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
"Saya sudah difitnah dan sudah dikorbankan, dan untuk fitnah yang Edisus (Edy Dwi Susianto), Kepala Divisi Land PT Lippo Cikarang, sampaikan bahwa saya telah memberikan uang untuk IPPT 10,5 miliar saya selalu bantah dan itupun sekretaris saya tempo hari juga sudah bantah," ucap Toto, Rabu (20/11/2019) malam.
Kendati begitu, ia mengaku pasrah dengan jerat hukum yang menimpanya. "Yang penting berserah sama Tuhan. Pasti Tuhan kasih yang terbaik," tuturnya.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan, Toto ditahan selama 20 hari pertama di rumah tahanan (rutan) K4 yang berlokasi di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Baca: Raker dengan Komisi III DPR, Kapolri Paparkan Perkembangan Kasus Novel Baswedan
"Tersangka BTO, swasta ditahan selama 20 hari pertama di rutan cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK," kata Febri.
Toto, bersama Sekretaris Daerah Jawa Barat Nonaktif Iwa Karniwa sebelumnya ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Senin, 29 Juli 2019. Ia diduga memberi suap Rp10,5 miliar kepada mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin untuk memperoleh kemudahan izin pembangunan proyek Meikarta.
Baca: Dirut Jasa Marga Desi Arryani Ditunggu Penyidik KPK
Toto disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Iwa diduga menerima uang Rp900 juta atas perannya memuluskan pengurusan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi untuk keperluan membangun proyek Meikarta.
Iwa sendiri sudah ditahan oleh KPK.