TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim resmi melonggarkan sistem zonasi untuk Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Hal itu ia sampaikan di Jakarta dalam peluncuran Empat Pokok Kebijakan Pendidikan Merdeka Belajar, Rabu (11/12/2019).
Dalam peluncuran program pendidikannya itu, ada empat pokok yang dibahas.
"Program tersebut meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),"
"Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi," ujar Nadiem di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta Selatan, yang dilansir melalui Kompas.com.
Dalam PPDB, Kemendikbud tetap menggunakan sistem zonasi.
Namun sistem tersebut dilonggarkan dengan kebijakan yang lebih fleksibel.
Hal itu dikarenakan untuk mengakomodasi ketimpangan akses dan kualitas di berbagai daerah.
Perubahan ini utamanya menyasar para siswa berprestasi yang ingin menempuh pendidikan di sekolah favorit.
Tidak hanya berprestasi, Nadiem juga memikirkan untuk siswa yang kurang mampu.
"Jadi arahannya untuk kebijakan ke depan adalah sedikit kelonggaran dalam memberikan zonasi,"
"Yang tadinya untuk jalur prestasi hanya (diberi kuota) 15 persen, untuk sekarang jalur prestasi kami perbolehkan sampai 30 persen," tuturnya.
"Jadi bagi ibu dan bapak, para orangtua yang sangat bersemangat mem-push anaknya mendapatkan nilai baik dan prestasi baik, maka inilah kesempatan bagi mereka buat mendapatkan sekolah yang baik. Yang diinginkan oleh mereka," lanjut dia.
Menurut Nadiem, Komposisi PPDB jalur zonasi dapat menerima siswa minimal 50 persen.
Lalu untuk jalur afirmasi atau kurang mampu minimal 15 persen.
Selanjutnya jalur perpindahan maksimal 5 persen.
Nadiem menegaskan untuk jalur prestasi atau sisa 0-30 persen lainnya disesuaikan dengan kondisi daerah.
"Daerah berwenang menentukan proporsi final dan menetapkan wilayah zonasi," ujar Mendikbud Nadiem yang dikutip dari Kompas.com.
Nadiem membandingkan pembagian persentase ini dengan sistem sebelumnya.
PPDB sebelumnya memberikan kesempatan untuk sistem wilayah sebesar minimal 80 persen, untuk jalur prestasi hanya 15 persen dan untuk jalur perpindahan sebesar 5 persen.
Lantas, apakah sistem zonasi yang dilonggarkan Nadiem Makarim akan berhasil?
Tribunnews.com menghubungi Furqon Hidayatullah, Pakar Pendidikan dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Furqon memberi komentar jika sistem zonasi amat bergantung pada standar guru yang sama.
"Jadi zonasi itu mestinya dipahami bahwa semua guru di tempat manapun harusnya standarnya sama, kalau SDM guru kondisinya sama, zonasi itu tidak masalah, artinya sudah mencukupi kebutuhan masyarakat," ujar Furqon kepada Tribunnews.com, Rabu (11/12/2019).
Menurut Furqon tantangan utama dari Kemendikbud adalah meningkatkan SDM guru.
"Jadi sekarang tantangan utama dari Kemendikbud adalah bagaimana meningkatkan kualitas guru," ujarnya.
Furqon pun mendukung sistem zonasi, jika diikuti peningkatan SDM guru.
"Saya mendukung sistem zonasi dengan pertimbangan zonasi dilaksanakan betul dengan diikuti peningkatan evaluasi guru secara merata," ujarnya.
Jika kualitas guru merata, maka menurut Furqon, keefektifan dari sistem zonasi bisa menguntungkan.
"Sistem zonasi bisa jadi efektif dan nanti akan menguntungkan masyarakat, hanya sekarang ini kalau problemnya belum merata maka ada siswa-siswa yang harusnya mendapat pembelajaran yang bagus akhirnya tidak difasilitasi dengan baik," tutur Furqon.
Pemerintah pun ikut andil memberi keuntungan jika guru merata kualitasnya.
"Jadi nanti kalau gurunya sudah bermutu semua, itu akan diuntungkan dimanapun dia sekolah," ujar pria yang juga menjadi Dirut Pascasarjana UNS itu.
Faktor masyarakat memilah sekolah, menurut Furqon, karenanya belum meratanya kualitas guru.
"Nah selama ini karena kualitas guru belum merata maka masyarakat itu milih-milih, kebijakan ini harus dikawal betul sampai SDM guru itu meningkat secara sama," ujarnya.
Jika Kemendikbud bisa meningkatkan kualitas semua guru, menurutnya, sistem zonasi bisa berhasil.
"Jadi nanti tidak ada sekolah yang favorit dan yang tidak favorit kalau semua guru kualitasnya sama,"
"Semua sekolah nantinya memiliki standar yang mendekati sama, jadi standar pembelajarannya juga sama," tuturnya.
(Tribunnews.com/Maliana)(Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)