Sehingga hasil dari penilaian siswa tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat seleksi siswa.
Nadiem menginginkan bukan siswa yang menjadi tolak ukur, seharusnya sekolah dan sistem pendidikan yang telah dilaksanakan di institusi tersebut.
"UN diganti jadi assessment competency dan survey karakter. UN itu sekarang kan di akhir jenjang, nanti akan di tengahkan jenjangnya, jadi itu tidak bisa digunakan sebagai alat seleksi siswa," ucap Nadiem.
"Sekarang yang dihukum itu kan siswanya kalau angkanya tidak baik. Itu sebenarnya menjadi tolak ukur untuk sekolah dan sistem pendidikannya," imbuhnya.
3. Perampingan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Para guru di sekolah selalu membuat RPP untuk mempersiapkan kegiatan pembelajaran di kelas.
Rancangan tersebut dapat berlaku untuk satu pertemuan maupun dalam setiap periode.
Nadiem menuturkan akan merampingkan 13 komponen silabus yang tadinya harus dikembangkan untuk mengarahkan kegiatan pembelajaran bagi murid.
Apabila sebelumnya RPP memerlukan kertas yang banyak, Nadiem mengatakan ke depan hanya membutuhkan satu halaman yang terdiri dari tiga komponen.
"Ke tiga adalah RPP yang tadinya berhalaman-halaman, 13 komponen menjadi tiga komponen dan cukup satu halaman," tutur Nadiem.
4. Sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
Nadiem juga mengubah persentase sistem dalam proses PPDB berikutnya.
Sebelumnya, 80 persen menggunakan sistem zonasi, 15 persen jalur prestasi dan 5 persen perpindahan.
Kemudian Nadiem mengubah menjadi 50 persen menggunakan sistem zonasi, 30 persen melalui jalur prestasi, 15 persen bagi pemilik Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan 5 persen perpindahan.