Apalagi jika sudah mendekati hari H pemungutan suara.
Meski masih tahun depan, namun saat datangnya hari itu potensi konflik bisa semakin tinggi.
"Biasanya suasana menjadi panas, kampanye tersebut harus dilawan dengan kampanye positif,"
"Di sinilah peran peserta pilkada dan partai pendukung agar ikut serta meminimalisasi suasana panas dan konflik di tengah masyarakat," jelas Bahtiar.
Hal kedua yang menjadi potensi ancaman adalah politik identitas dan politisasi isu SARA.
Di tahun sebelumnya, ancaman tersebut amat berbahaya untuk masyarakat.
Melalui politik identitas dan politisasi isu SARA, masyarakat bisa terpecah belah dan konflik berkepanjangan.
Untuknya, Backhtiar menegaskan potensi ini perlu menjadi perhatian bersama.
hal itu supaya bisa diantisipasi semua pihak yang terkait di daerah.
"Butuh kerja sama semua pihak, pemerintah, penyelenggara, peserta, juga masyarakat untuk melawan ancaman Pilkada 2020 ini," tegas Bahtiar.
Hal ketiga yang menjadi ancaman adalah keberpihakan dan ketidaknetralan penyelenggara pemilu.
Ketidaknetralan itu bisa kepada satu di antara pasangan calon kepala daerah.
Jika hal itu sampai terjadi, bisa menjadi sumber utama konflik dalam seluruh tahapan pemilihan daerah.
Bachtiar berpesan supaya pengawasan masyarakat maupun kontrol pers/media dijaga ketat.