"Dengan kejadian ini, dan pelakunya ada di KPU," ujarnya.
"Justru ini menjadi problem tersendiri buat KPU serta proses demokrasi Indonesia," tegasnya.
Ditanya terkait adakah celah atau peluang bagi lembaganya untuk 'bermain' dalam proses PAW ini, Saan menyebut seharusnya tidak dapat dilakukan.
"Sebenarnya KPU sudah tidak ada ruang untuk bermain ya," kata Saan.
Mengingat mekanisme PAW sudah diatur dalam undang-undang.
"KPU tinggal menjalankan dan melaksanakan undang-undang dengan panduan teknisnya," ungkapnya.
"Jadi dalam undang-undang sudah jelas kalau misalnya caleg terpilih berhalangan tetap, meninggal dan sebagainya, penggantinya otomatis adalah nomor dua suara terbanyak berikutnya," jelas Saan.
"Tentu parpol juga tidak bisa bertentangan dengan undang-undang," imbuhnya.
Saan menyebut kalaupun parpol menginginkan nomor tersebut yang jadi untuk menggantikan PAW, maka parpol dapat melakukan tindakan politik.
Misalnya dengan memecat nomor diatasnya, baru KPU dapat memproses pergantian tersebut.
Perludem kecewa Komisioner KPU terkena OTT KPK
Peneliti Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) Fadli Ramadhanil turut menanggapi kabar Komisioner KPU, Wahyu Setiawan yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan pada Rabu (8/1/2020).
Dilansir dari kanal YouTube metrotvnews, Sabtu (11/1/2020), Fadli mengungkapkan bahwa Perludem merasa kecewa atas terjadinya hal ini.
"Kami tentu saja kecewa dan bersedih karena kejadian ini yakni adanya dugaan praktik suap yang terjadi antara komisioner KPU Pak WS (Wahyu Setiawan) dengan satu di antara kader politik, dugaannya seperti itu," ujarnya.