News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

OTT Kini Tak Dibarengi Penggeledahan, Eks Ketua KPK: Sama Saja Beri Waktu Pelaku Menghilangkan Jejak

Penulis: Sri Juliati
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad berdiskusi dalam acara talkshow POLEMIK di d'consulate resto, Jakarta Pusat, Sabtu (7/9/2019). Talkshow ini memiliki tema KPK Adalah Koentji yang membahas tentang revisi Undang-Undang KPK yang sedang bergulir.

"- : pak, minggu depan kami mau menggeledah.
-: oh iya makasih infonya pak. Kami beres-beres dulu.
-: sip. Tolong dikondisikan ya
- : siap pak."

Cuitan akun @dgipul kemudian dibalas dan diunggah Abraham Samad dengan menambahkan emoji senyum.

Cuitan Abraham Samad soal OTT KPK dan penggeledahan. (Tangkap Layar Twitter)

ICW: Bukti UU KPK Baru Mempersulit

Lambatnya proses penggeledahan yang dilakukan KPK setelah OTT, juga disorot oleh Indonesia Corruption Watch (ICW).

ICW menilai rangkaian OTT terhadap Komisioner KPU Wahyu Setiawan telah membuktikan, UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK telah mempersulit kinerja KPK dalam hal penegakan hukum.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana mengatakan, hal itu terlihat dari lambatnya tim KPK dalam menggeledah Kantor DPP PDI-P karena membutuhkan izin dari Dewan Pengawas KPK.

"Padahal dalam UU KPK lama (UU No 30 Tahun 2002) untuk melakukan penggeledahan yang sifatnya mendesak tidak dibutuhkan izin terlebih dahulu dari pihak mana pun," Kurnia dalam keterangan tertulis, Minggu (12/1/2020) kemarin.

Menurut logika sederhana, kata Kurnia, tindakan penggeledahan yang bertujuan untuk mencari dan menemukan bukti tidak mungkin dapat berjalan dengan tepat dan cepat jika harus menunggu izin dari Dewan Pengawas.

Hal itu belum ditambah persoalan waktu di mana proses administrasi tersebut dapat dipergunakan pelaku korupsi untuk menyembunyikan bahkan menghilangkan bukti-bukti.

"Dengan kondisi seperti ini dapat disimpulkan, narasi penguatan yang selama ini diucapkan oleh Presiden dan DPR hanya ilusi semata," kata Kurnia, dikutip dari Kompas.com.

ICW pun mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tidak buang badan saat kondisi KPK yang semakin lemah akibat berlakunya UU KPK baru.

Penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang dinilai harus menjadi prioritas utama dari Presiden untuk menyelematkan KPK.

Di samping itu, ICW juga menyoroti dugaan tim KPK dihalang-halangi dalam penanganan perkara ini.

Menurut Kurnia, upaya menghalang-halangi proses hukum tersebut dapat dibawa ke ranah pidana menggunakan Pasal 21 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini