Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekertaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak bisa langsung menerbitkan Surat Keputusan (SK) Pemberhentian Wahyu Setiawan sebagai Komisioner KPU.
Selama SK tersebut belum diterbitkan, Wahyu masih berstatus Komisioner KPU meski kini sudah dijebloskan ke rutan KPK karena terseret kasus suap.
Pramono menuturkan penerbitan SK Pemberhentian Wahyu Setiawan harus menunggu hasil sidang kode etik yang dilakukan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Baca: DKPP Sebut Wahyu Setiawan Masih Berstatus Sebagai Komisioner KPU, Ini Penjelasannya
Sidang DKPP sendiri baru digelar hari ini, Rabu (15/1/2020) di KPK dengan menghadirkan KPU dan Bawaslu sebagai pengadu.
Setelah itu barulah pimpinan KPU mengajukannya ke Presiden Jokowi.
"Ya tentunya, kalau ada usulan, kan hari ini sidang DKPP. Sidang DKPP selesai kemudian pimpinan KPU mengajukan kepada Presiden. Ada tahapannya ya," ujar Pramono di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (15/1/2020).
Baca: Kasus Wahyu Setiawan Buat Publik Tak Percaya KPU, Ini Jawaban Bawaslu
Meski beberapa waktu lalu Wahyu telah mengundurkan diri sebagai Komisioner KPU, Pramono menyatakan Jokowi ingin menghargai proses yang sedang dilakukan DKPP.
SK Pemberhentian Wahyu Setiawan baru akan diterbitkan setelah DKPP mengumumkan hasil sidangnya.
"Kan keputusan itu harus ada dasar hukumnya," katanya.
Pengakuan Wahyu Setiawan
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengakui dalam posisi yang sulit menanggapi permintaan PDIP memasukkan nama Harun Masiku sebagai caleg terpilih.
Saeful, seorang staf Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristianto adalah kawan dekatnya.
"Saya dalam posisi yang sulit karena orang-orang ada Mbak Tio, Mas Saeful, Mas Doni itu kawan baik saya," kata Wahyu Setiawan dalam sidang etik DKPP yang digelar di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (15/1/2020).
Baca: Soal Taji KPK, Nurul Ghufron: KPK Eksis Sampai Saat Ini!