TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi II DPR RI Johan Budi hadir sebagai bintang tamu di acara Mata Najwa untuk mewakili Partai PDI Perjuangan guna memberikan tanggapan mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penggeledahan.
"Saya ingin mendudukan persoalan pada proporsinya yang sebenarnya terjadi seperti apa," terang politisi PDI Perjuangan itu.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (15/1/2020).
Johan Budi melihat terminologi-terminologi yang kemudian persepsi publik itu salah.
"Tanggal 7 itu KPK masih proses penyelidikan," ujarnya.
Lebih lanjut, Johan mengatakan proses penyelidikan itu bukan bertujuan melakukan penggeledahan.
"Saya mendengar secara langsung konpers nya pimpinan KPK malam itu," ungkap Johan.
Johan menyebut petugas KPK bukan untuk melakukan penggeledahan.
Tetapi, Johan menuturkan berita yang muncul di luar seolah-olah KPK melakukan penggeledahan di kantor DPP PDI Perjuangan.
"KPK melakukan langkah penyegelan atau memasang KPK line, jadi bukan penggeledahan sebenarnya," tutur Johan.
"Padahal itu bukan penggeledahan sebenarnya," kata dia.
Johan hanya ingin meluruskan terminologi yang berkembang di publik.
"Seolah-olah partai menghalang-halangi proses penggeledahan."
"Padahal waktu itu belum ada penggeledahan," jelas Johan Budi.
Diberitakan sebelumnya, Dewas Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean memastikan penggeledahan terkait kasus suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan politisi PDI Perjuangan telah memiliki izin tertulis.
"Kasus kemarin, penggeledahan kita sudah sampaikan saja, karena sudah terjadi."
"Penggeledahan ini kita sudah bikin izin dari Dewan," terang Tumpak Hatorangan.
Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah kanal YouTube KompasTV, Selasa (14/1/2020).
Tumpak Hatorangan kembali menegaskan KPK telah memiliki izin oleh Dewan Pengawas untuk melakukan penggeledahan.
"Lain kali tidak usah tanya-tanya lagi ada izin atau tidak," ucap Tumpak kepada para awak media.
Dewan Pengawas KPK ini menambahakan penyidik punya strategi, kapan waktunya untuk menggeledah.
"Hal itu tidak kita campuri, tetapi kita memberi izin setelah 1x24 jam permohonan itu disampaikan," jelas Tumpak.
Tumpak Hatorangan menyatakan pemberian izin tertulis terkait penggeledahan, penyadapan dan penyitaan dilakukan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Sementara itu, Tumpak menuturkan izin penggeledahan kasus suap Komisioner KPU diberikan langsung oleh Dewan Pengawas setelah adanya permintaan dari KPK
"Izin ini hanya berlaku selama 30 hari untuk penggeledahan," ungkap Tumpak.
Terkait perbedaan waktu antara penggeledahan di KPU dan tempat lain termsuk menjadi kewenangan penyidik.
Sebelumnya, KPK menetapkan politisi PDI-P, Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Sebagai pihak pemberi HAR (Harun Masiku) dan Sae (Saeful), pihak swasta," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020), dikutip Kompas.com.
Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-P mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian menyanggupi untuk membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
(Tribunnews.com/Indah Aprilin Cahyani)