"Saya pasrah pada pemerintah, saya yakin upaya-upaya pemerintah yang terbaik buat masyarakat," tambah Rosuli.
Lebih lanjut, Rosuli pun mengenang ketika baru saja mendengar kabar merebaknya virus corona di China.
"Orang tua nangis, apalagi ibu denger adik ada di sana," kata Rosuli.
"Bahasanya itu, nggak dapet kabar dari pemerintah, kita tahunya dari adik, terus media-media begitu menyeramkan," tambahnya.
Rosuli pun mengaku mengkhawatirkan persediaan bahan makanan adiknya selama Kota Wuhan diisolasi.
"Yang saya sendiri khawatirkan adalah keberlangsungan konsumsi saat itu, karena memang pasar saat itu hanya ada 2 yang terdekat, harganya sangat mahal," jelasnya.
Sementar, Tri Suto mengatakan sempat tidak bisa tidur saat masa-masa awal merebaknya virus corona di China.
"Pas dengar kabar per 23 Januari di-lockdown, tiap malam nggak bisa tidur," kata Tri.
"Kepikiran nanti anak saya kalau keperluan mau belanja gimana, mau kuliah gimana, tiap malam ibunya nangis terus," sambungnya.
Mahasiswa yang Masih Bertahan di China Berencana Pulang
Seorang mahasiswa Indonesia, Muhammad Fadli, masih bertahan di Provinsi Guangxi, China.
Menurut mahasiswa asal Makassar itu, jarak antara kotanya dengan Wuhan sekitar 1.400 km.
Meskipun cukup jauh, Fadli menyebut sudah terhitung 29 orang di daerahnya yang tewas akibat terinfeksi virus corona.
Fadli pun mengaku orang tuanya terus mendesak supaya ia segera pulang.