TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sorotan terhadap program Kartu Prakerja disinyalir bukan hanya dikarenakan sejumlah isu yang menjadi pertanyaan publik.
Namun secara politik juga mengindikasikan terpecahnya partai politik koalisi dalam menyikapi kebijakan ekonomi pemerintah di masa pandemi Covid-19.
Direktur Voxpol Center Pangi Syarwi menilai, satu kebijakan terbaru yang menjadi kritik keras akhir-akhir ini adalah menyangkut program Kartu Prakerja.
Meskipun program ini bermaksud baik, namun menurutnya kelemahan program Kartu Prakerja adalah soal pemilihan mitra yang kurang transparan. Menurutnya, hal ini menjadi penyebab banyaknya kritik yang dilontarkan terhadap program tersebut.
Baca: Saeful Bahri Akui Beri Uang ke Wahyu Setiawan Terkait PAW Harun Masiku
Baca: 2 Pegawai Pabrik Rokok Meninggal Akibat Corona, Ratusan Karyawan Jalani Tes Swab
Baca: Sudah Dibuka Kembali, Simak Sejarah Menara Bangau Kuning di Wuhan
"Terlepas dari kontroversi soal penunjukan 8 platform digital yang menjadi mitra pelatihan, nilainya yang amat besar mencapai Rp 5,7 triliun untuk total biaya pelatihan, menjadikannya sumber kritisisme publik, ada hal lain yang menurut saya juga menarik yakni absennya partai koalisi mengawal dan membela kebijakan ekonomi pemerintah," kata Pangi dalam keterangannya di Jakarta, hari ini.
Pangi menilai kencangnya kritik dan serangan juga dapat berasal dari ketidaksolidan antar partai koalisi membela kebijakan yang menjadi bahan kampanye Jokowi - Ma'ruf Amin di Pemilihan Presiden 2019 tersebut. Padahal, menurutnya, program ini secara ide memiliki nilai manfaat bagi masyarakat.
"Koalisi pemerintah ini gemuk tapi tidak banyak yang membela seperti katakanlah saat periode pertama Jokowi. Saya melihat saat ini partai pendukung tidak mau pasang badan karena mereka mau menyelamatkan nama partainya sendiri," ujarnya.
Pangi menjelaskan, partai pendukung lebih berkonsentrasi membangun citra agar bisa mendapatkan kepercayaan dan suara dari masyarakat di Pemilu 2024 mendatang.
"Mereka tidak mau membela kebijakan Presiden Jokowi, karena sepertinya sudah tidak peduli lagi dengan yang namanya koalisi. Dari pada membela kebijakan pemerintah yang saat ini sedang dikritik, lebih baik diam agar tidak ikut-ikutan dikritik," ungkapnya.
Sementara itu pengamat politik Yohan Wahyu melihat polemik soal Kartu Prakerja ini tidak lepas dari problem komunikasi dan komitmen politik antar partai pendukung pemerintah.
"Tujuan Kartu Prakerja untuk situasi ekonomi yang menurun akibat pandemi ini sebenarnya positif, namun karena komunikasi politik berbagai pihak tidak berlangsung optimal, yang kemudian muncul lebih banyak negatifnya", ungkap Yohan.
Untuk itu pemerintah agar lebih mampu melakukan konsolidasi internal, dan mendorong komunikasi politik yang baik dengan seluruh kekuatan politik yang diperlukan.
"Partai politik pendukung pemerintah harus sama-sama berkontribusi menguatkan informasi, serta melakukan kerja kolaboratif agar program Kartu Prakerja ini diterima dan didukung publik secara kuat," ungkap Yohan.
Politisi PKB Minta Program Kartu Pra Kerja Diaudit