TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lagu Ora Mudik Ora Popo barangkali sudah tak asing lagi ditelinga masyarakat. Lagu berlirik bahasa Jawa ini kini viral. Bukan hanya karena bahasanya yang mudah dicermati dan dipahami, tapi juga karena klip video lagu ciptaannya menampilkan sejumlah tokoh negara.
Di antaranya yakni Ketua Kantor Staf Presiden Moeldoko dan Ketua Wantimpres Wiranto. Dua tokoh negara tersebut bukan hanya menjadi model, namun turut menyanyikan lagu Ora Mudik Ora Popo.
Baca: Raker dengan Kemenag, Anggota Komisi VIII DPR Usul Relaksasi Masjid
Dalam wawancara khusus dengan Tribun, Ketua Paguyuban Jawa Tengah, Leles Sudarmanto menceritakan, menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo, yang melarang masyarakat mudik di tengah mewabahnya pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Bedanya Sudarmanto menggunakan sebuah karya kreatif. Lagu ini ditulis oleh Hary Yamba, mengajak masyarakat tidak mudik lewat musik. Sudarmanto menganggap imbauan tidak mudik pemerintah, selama ini terlalu normatif dan monoton.
"Dengan seni itu lebih mudah membuat orang untuk menurut. Kalau kita dipaksa, apalagi di zaman yang demokrasi dan liberal ini kita tidak bisa memaksa," katanya.
"Tetapi harus dengan cara-cara seperti nyanyian yang konotasinya mengajak tidak dengan "Ojo." Lagunya bukan Ojo, tapi Ora Mudik Ora Popo," kata Sudarmanto kepada Tribun, Condet, Jakarta Timur, Minggu (10/5).
Berikut petikan wawancara lengkap Tribun dengan Sudarmanto Leles.
Bisa diceritakan sedikit dorongan utama menciptakan lagu Ora Mudik Ora Popo?
Lagu Ora Mudik Ora Popo diciptakan oleh Hary Yambar untuk menyikapi instruksi Presiden Jokowi yang melarang perantau untuk tidak mudik ke kampung.
Sebab itu, dengan menyikapi itu kami mengkolaborasikan beberapa petinggi republik ini termasuk ketua KSP, Jendral Moeldoko dan Ketua Wantimpres Jendral Wiranto juga ikut terlibat menyanyikan lagu-lagu ini.
Mengapa menggunakan lagu untuk mengajak masyarakat tidak pulang kampung?
Lagu ini terinspirasi dengan cara pemerintah yang mengajak tidak mudik tapi dengan cara yang normatif, dengan ketentuan yang keras, ketentuan yang pidato, itu tidak efektif kepada masyarakat pada umumnya.
Baca: Anggota DPR Minta Pemerintah Perhatikan Nasib Guru Ngaji di Tengah Pandemi Covid-19
Tahun 2019 lalu pemudiknya lebih dari 7,7 juta. Sebab itu, dari jumlah itu, terutama yang ada di Jabodetabek ini kebanyakan masyarakat Jawa, jadi saya harus bikin lagu Jawa. Ternyata antusiasnya luar biasa dan viral.
Seberapa yakin lagu Jawa bisa dipahami dan dicermati oleh mereka yang tidak bisa bahasa Jawa?
Bahasa Jawa sekarang ini sudah nge-tren dengan adanya tren Almarhum Didi Kempot. Kebetulan Didi juga bikin lagu Ojo Mudik, ada perbedaan sedikit memang antara Ojo Mudik dan Ora Mudik Ora Popo.
Karena saya ada di perantauan, kalau Didi kan ada di Solo. Jadi judulnya beda. Tapi kembali lagi, saya yakin lagu ini mudah dicermati dan dipahami.
Baca: Pemerintah Terus Upayakan Pemulangan WNI Anggota Jamaah Tabligh di India
Apalagi sekarang dengan lagunya almarhum Didi Kempot yang dengan bahasa Jawa orang pada mengikuti itu. Itulah sebabnya saya menulis lagu ini dalam bahasa Jawa, bukan berarti kami segmented.