Namun ketika mereka mendapatkan ikan yang tidak sesuai akan mendapatkan pukulan dari algojo.
Sehingga saat melakukan pekerjaan, seluruh ABK mendapatkan tekanan dan penyiksaan.
Di mana tindakan tersebut berpengaruh pada kondisi psikologis para ABK, terutama Reynalfi dan Andri.
"Kalau sudah terpenuhi, kemudian gantian dengan ABK berikutnya," jelas Kombes Arie.
"Kalau dapat hiu jadi satu kelompok, dapat ikan yang kecil-kecil dibuang atau dibuat makanan, kalau salah ambil ikan mereka mengalami pemukulan."
"Mereka mengalami tekanan dan penyiksaan secara fisik maupun psikis," imbuhnya.
Selama bekerja, dua ABK WNI tidak mendapatkan gaji sepeserpun.
Karena menurut Kombes Arie, skenario yang diceritakan sudah sesuai dengan sindikat perdagangan orang.
Awalnya, Reynalfi dan Andri hanya berniat untuk mencari pekerjaan di luar negeri.
Suatu hari, keduanya ditawarkan pekerjaan oleh sebuah badan pelatihan.
Baca: Dua ABK WNI Nekat Loncat dari Kapal China, Mengaku Tak Betah hingga Belum Terima Gaji
Pekerjaan ini nantinya akan menghasilkan gaji sekira Rp 50 juta setiap bulannya.
Disebutkan dua ABK WNI ini akan dipekerjakan di area Asia Pasifik, seperti Korea atau Hong Kong.
"Memang tidak digaji, skenarionya memang sudah sindikat ini perdagangan orang," ungkap Kombes Arie.
"Mereka ditawarkan oleh sebuah lembaga pekerjaan dengan iming-iming gaji kurang lebih Rp 50 juta ditawarkan di Asia Pasifik," lanjutnya.