TRIBUNNEWS.COM - Gara-gara postingan di media sosial, seseorang bisa dilaporkan ke polisi.
Ada yang kemudian divonis bebas, namun ada juga yang divonis bersalah.
Kebanyakan dari mereka dijerat dengan Undang-Undang Transaksi Informatika dan Elektronik (UU ITE).
Lalu apakah kini berbicara di media sosial sudah tidak lagi merdeka?
Terkait dengan hal itu, Koordinator Paguyuban Korban UU ITE, Arsyad Muhammad memberikan tanggapannya.
Arsyad mengatakan, ada tiga golongan yang kerap menggunakan Pasal di UU ITE, yakni oknum pejabat, pemodal dan penegak hukum.
Hal itu diungkapkan Arsyad dalam live streaming di kanal YouTube Tribunnews.com bertajuk 'Merdeka Bicara Vs Penjara, Senin (17/8/2020).
"Kami banyak mendapatkan pengalaman teman-teman yang dijerat dengan UU ITE."
"Ternyata hanya ada tiga golongan yang kerap menggunakan pasal karet di UU ITE ini yaitu oknum pejabat, oknum pemodal, dan oknum penegak hukum," paparnya.
Lantas mengapa kegita oknum golongan tersebut yang lebih banyak menggunakan Pasal di UU ITE?
Sebab, menurut Arsyad ada tujuan yang jelas.
"Yang kami dapatkan yang pertama itu adalah barter perkara."
Baca: Jerinx Dijerat UU ITE, Pengamat : Bisa Mereduksi Citra Hukum di Indonesia
Baca: FAKTA Baru Fetish Kain Jarik: Pelaku Dijerat UU ITE, Dilakukan Sejak 2015 hingga Akui Ada 25 Korban
"Jadi ketika kita dilaporkan oleh UU ITE targetnya adalah bagaimana ada hal-hal yang sedang kita perjuangkan atau ada hal-hal yang sedang kita suarakan itu coba dibungkam, atau dihentikan," jelasnya.
Selain itu, penggunaan UU ITE juga bertujuan untuk melakukan intervensi, pembungkaman serta shock teraphy.