Perpres mengenai BO merupakan langkah progresif dalam perbaikan akuntabilitas tata kelola perusahaan di Indonesia.
Bahkan, enam Kementerian yang terdiri dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemkeu), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian dan Kementerian Agraria telah menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) terkait Pemanfaatan Basis Data Pemilik Manfaat (Beneficial Ownership) dalam Rangka Pencegahan Tindak Pidana Bagi Korporasi pada 3 Juli 2019.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengakui kehadiran Perpres mengenai BO membantu kerja-kerja KPK dalam memberantas korupsi.
Terutama dalam menangani kasus-kasus korupsi yang berkaitan dengan korporasi.
"Tentu saja jika dalam penanganan perkara-perkara korporasi yang dilakukan KPK tentu akan memanfaatkan Perpres ini," kata Nawawi beberapa waktu lalu.
Diketahui, KPK telah menjerat enam korporasi sebagai tersangka.
Dari enam korporasi itu, PT Duta Graha Indah atau PT Nusa Konstruksi Enjineering telah diputus bersalah dalam kasus korupsi terkait proyek pemerintah sedangkan PT Putra Ramadhan dinyatakan bersalah dalam kasus pencucian uang.
Meski demikian, Nawawi mengakui, sepanjang semester I 2020 atau sejak pimpinan KPK Jilid V dilantik pada akhir 2019 lalu, belum ada lagi korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka.
Menurut Nawawi selain Perpres 13/2018, dalam menangani kasus korupsi terkait korporasi pihaknya juga berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi.
"Tentu saja Perpres ini akan sangat bermanfaat sekali ini. Tentu saja penanganan perkara korporasi ini kita tentu merujuk dan berpedoman pada perma 13 tahun 2016 tentang penanganan perkara pidana yang dilakukan oleh korporasi," kata Nawawi.