TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengkritik masuknya klaster pendidikan dalam Undang-undang Cipta Kerja.
Ubaid menyoroti masuknya unsur pendidikan dalam UU Cipta Kerja yang disahkan kemarin oleh DPR.
Menurut Ubaid, Pasal 65 pada UU Cipta Kerja soal pendidikan mengarahkan pada liberalisasi sektor pendidikan, karena menyamakan perizinan pendidikan dengan izin usaha.
"Jadi perizinan pendidikan disamakan dengan izin usaha, jadi jelas mengarah pada privatisasi dan liberalisasi pendidikan," kata Ubaid kepada Tribunnews.com, Selasa (6/10/2020).
Baca: Imparsial Tolak Pengesahan UU Cipta Kerja karena Dibahas Tertutup saat Pandemi Covid-19
Menurut Ubaid, sedianya pendidikan adalah hak warga seluruh rakyat, dan negara harus memberikan layanan serta membiayainya.
Hal tersebut jelas diatur dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dirinya menyebut klaster pendidikan dalam Undang-undang Cipta Kerja tidak hanya melanggar UU Sisdiknas, tapi juga Undang-undang Dasar 1945, serta Declaration of Human Right karena pendidikan adalah hak dasar semua manusia. Sementara pada UU Cipta Kerja, Ubaid menilai pendidikan diserahkan kepada pasar.
"Amanat UU Sisdiknas, UUD 45, juga Declaration of Human Right, yang menjadikan Pendidikan sebagai hak dasar, bukan diserahkan kepada mekanisme pasar. UU Cipta Kerja bertentangan dengan ini semua," ucap Ubaid.
Baca: Klaster Pendidikan Ada dalam UU Cipta Kerja, P2G: DPR Prank Pegiat Pendidikan
Padahal menurut Ubaid, tingkat literasi masyarakat di Indonesia masih sangat rendah.
Sementara UU Cipta Kerja, diyakini Ubaid, bakal meningkatkan kesenjangan pendidikan karena sulitnya akses.
"Tingkat literasi Indonesia masih sangat buruk dibanding negara-negara di ASEAN. Kalau sistem ini diterapkan sebagaimana dalam UU Cipta Kerja, tingkat kesenjangan pendidikan akan srmakin lebar, dan juga orang miskin kembali dilarang sekolah di negeri sendiri," tutur Ubaid.
Ubaid mengatakan UU Cipta Kerja dapat mendorong privatisasi dan pelan-pelan akan melepas tanggung jawab negara.
Baca: IGJ Sebut Pengesahan UU Cipta Kerja Inkonstitusional dan Khianati Kedaulatan Rakyat
Seperti diketahui, DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang.
Hal tersebut diputuskan dalam rapat paripurna masa persidangan I Tahun Sidang 2020-2021 di gedung Nusantara DPR, Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (5/10/2020).
"Berdasarkan yang telah kita simak bersama, saya mohon persetujuan. Bisa disepakati?," tanya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin selaku pimpinan rapat paripurna.
"Setuju," jawab para anggota dewan.
Sebelum disahkan menjadi undang-undang, Azis mempersilahkan Ketua Panja Baleg DPR Supratman Andi Agtas dan perwakilan sembilan fraksi untuk menyampaikan pandangan akhir terkait RUU Cipta Kerja.
Setelah itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mewakili pemerintah menyampaikan pandangan akhir terkait RUU tersebut.