TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta akan menggelar sidang tuntutan terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono pada Kamis (22/10/2020) pekan depan.
Nurhadi dan Rezky diadili sebagai terdakwa dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di MA pada tahun 2011-2016.
"Jadwal persidangan yang bersangkutan tersebut telah ditetapkan oleh Majelis Hakim, hari Kamis, tanggal 22 Oktober 2020," ujar Humas PN Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono dalam keterangannya, Kamis (15/10/2020).
Bambang menjelaskan, pasal dakwaan yang dilanggar Nurhadi dan Rezky ketentuan tentang suap dan gratifikasi yakni Pasal 12 A atau Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 12 B UU Tindak Pidana Korupsi.
Ia menyampaikan bahwa majelis hakim yang akan menyidangkan Nurhadi terdiri dari Saefudin Zuhri selaku ketua majelis hakim serta Duta Baskara dan Sukartono selaku hakim anggota.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah melimpahkan berkas perkara Nurhadi dan Rezky ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Hari Rabu (14/10/2020) Tim JPU melimpahkan berkas perkara terdakwa Nurhadi dan Rezky Herbiyono ke PN Tipikor Jakarta Pusat," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (14/10/2020).
Ali mengatakan, penahanan Nurhadi dan Rezky selanjutnya menjadi kewenangan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Berikutnya JPU akan menunggu penetapan penunjukan majelis hakim dan penetapan hari sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan," katanya.
Dalam kasusnya, mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono diduga kuat telah menerima sejumlah uang berupa cek dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Rincian suap yang diberikan berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Suap ditujukan agar Nurhadi menangani dua perkara yang melibatkan perusahaan Hiendra di MA.
Adapun perkara yang ditangani pertama berasal dari kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN dan perkara perdata saham di PT MIT.
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.