News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polri dan Kejagung Tak Dapat Menolak Keinginan KPK Ambil Alih Perkara Korupsi

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi korupsi

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian dan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak lagi dapat menolak jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan mengambil alih penanganan kasus korupsi yang dilakukan kedua institusi penegak hukum tersebut.

Hal ini setelah terbit Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Perpres ini menjadi landasan KPK menjalankan tugas koordinasi dan supervisi penanganan perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung dan Kepolisian sebagaimana amanah UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Pasal 10 ayat (1) UU KPK menyebutkan, "Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi."

Baca juga: Selepas dari KPK Febri Diansyah Dirikan Kantor Hukum, Berkomitmen Tak Akan Mendampingi Kasus Korupsi

Sementara Pasal 10 A ayat (2) mengatur syarat-syarat suatu perkara dapat diambil alih KPK, yakni laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti; proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan; penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korups yang sesungguhnya;

Penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi; hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif; atau keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan Pasal 9 Perpres Nomor 102/2020 menegaskan, "Berdasarkan hasil Supervisi terhadap perkara yang sedang ditangani oleh instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengambilalih perkara Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Kejaksaan Republik Indonesia."

Mantan Plt Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji menyatakan, berdasarkan Pasal 10A UU KPK dan Pasal 9 Perpres 102/2020, KPK dapat mengambil alih perkara korupsi setelah menelaah hasil penelitian dan rekomendasi dengan melakukan gelar perkara terhadap hasil pengawasan dan laporan hasil penelitian di instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan korupsi, yakni Kepolisian dan Kejaksaan Agung.

Setelah KPK memutuskan mengambil alih perkara, Kepolisian dan Kejaksaan tidak dapat menolak.

"Maka aparat penegak hukum lain tidak bisa menolak pengambilalihan perkaranya dan ini memang amanah dan perintah UU yang imperatif sifatnya," kata Indriyanto saat dihubungi, Minggu (1/11/2020).

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Krisnadwipayana itu menuturkan, substansi Perpres Nomor 102/2020 merupakan implementasi praktik yang sudah terjadi dalam proses supervisi dan pengambilalihan perkara dari Polri maupun Kejaksaan yang sekarang dituangkan sebagai regulasi ketatanegaraan melalui Perpres ini.

Baca juga: Fokus Berantas Korupsi, Febri Diansyah-Donal Fariz Bentuk Kantor Hukum Visi Integritas

Dikatakannya, rumusan-rumusan Perpres memang sama dan bersifat implementatif dari UU KPK termasuk makna dan pengertian pengawasan, penelitian dan penelaahan.

Dengan demikian, Perpres ini menjadi dasar legitimasi KPK menjalankan tugas supervisi dan pengambilalihan kasus yang ditangani Kepolisian dan Kejaksaan di tahap penyidikan dan penuntutan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini