Pengaturannya saat ini masuk dalam KUHP yang deliknya dinilai terlalu umum.
Sedangkan, ia mengatakan, aturan larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama bahwa tiap orang berhak hidup sejahtera di lingkungan yang baik.
"Sebab itu, melihat realitas yang terjadi seharusnya pembahasan RUU Minuman Beralkohol dapat dilanjutkan dan disahkan demi kepentingan generasi yang akan datang," kata Illiza, Rabu (11/11/2020).
Baca juga: PPP, Gerindra, dan PKS, 3 Fraksi di DPR yang Usulkan RUU Larangan Minuman Beralkohol
Baca juga: Ini Kata Pengusul RUU Larangan Minuman Beralkohol
Penjual Minuman Beralkohol Bisa Dipidana 10 Tahun
Masih dikutip dari Kompas.com, andaikan RUU ini disahkan menjadi UU, maka setiap orang yang memproduksi, menjual (penjual), menyimpan, maupun mengonsumsi alkohol bisa terancam pidana.
Dengan kata lain, perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen.
"Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.
Ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19. Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19.
Larangan minuman keras masih dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh perundang-undangan. Aturan ini tertuang dalam pasal 8.
(Tribunnews.com/Yurika, Kompas.com/Tsarina Maharani/Muhammad Idris)