tingkat terkecil di wilayah kabupaten/kota hingga masyarakat untuk mengurusi rumah
tangga warga negara.
Anggota Komisi I DPR ini mengingatkan bahwa para pendiri bangsa mendirikan Indonesia dengan kesepakatan-kesepakatan dan kekayaan pemikiran. Ia menyebut kesatuan semacam ini harus tetap dipelihara.
Nurul mengajak koleganya di Baleg untuk berpikir holistik dan mempertimbangkan keberagaman Indonesia.
"Kalau tidak menerima kondisi kita sebagai satu negara yang majemuk ya sulit juga ya. Saya tidak mengerti sungguh-sungguh cara berpikirnya itu seperti apa, kok malah mengurusi hal-hal yang sangat pribadi," ucap Nurul.
Nurul mengatakan beberapa muatan dalam RUU Ketahanan Keluarga pun sudah diatur dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan UU Perkawinan.
Ketimbang membuat aturan baru, ia mengusulkan lebih baik merevisi UU Perkawinan yang memang sempat
direncanakan sebelumnya.
Sementara anggota Baleg dari PDIP, My Esti Wijayanti mengatakan, dalam setiap
keluarga sudah terbangun hal-hal yang tidak bisa diatur di dalam UU. Sehingga
memang tidak sepatutnya negara terlalu ikut campur. “Bahwa negara seolah-olah akan
mencampuri urusan keluarga. Di dalam rumah tangga terbangun beberapa hal yang
tidak mungkin diundangkan,” ujar Esti dalam rapat Baleg DPR, Kamis (12/11).
Esty khawatir RUU Ketahanan Keluarga ini malah menimbulkan perpecahan. Misalnya
keluarga yang beda keyakinan hidup dalam satu rumah tangga. “Tapi, kalau ada
kemudian pengaturan yang berlindung di bawah penguatan agama, iman dan takwa
justru kami mempunyai kekhawatiran,” katanya.
Oleh sebab itu Esti menyarankan sebaiknya RUU Ketahanan Keluarga ini tidak terlalu
ikut campur di masalah privat rumah tangga. Karena bicara keharmonisan keluarga
yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama. “Karena bicara harmonis dalam keluarga,
yang saya tangkap di dalam undang-undang ini harus sama. Ini yang berbahaya,”
ungkapnya.
Di sisi lain salah satu pengusul RUU Ketahanan Keluarga, Ali Taher memandang RUU
ini harus ada untuk menyelamatkan generasi masa depan. "Undang-undang ini lahir
untuk menyelamatkan generasi masa depan. Membangun karakter, membangun
budaya, Indonesia gemilang di masa mendatang," kata Ali, Kamis (12/11).
Dia menegaskan, ketahanan nasional itu berasal dari keluarga. Sehingga, RUU
Ketahanan Keluarga ini, dinilainya penting. "Inti ketahan nasional ini ketahanan
keluarga. Kalau negara tidak hadir, tidak mungkin (ada ketahanan keluarga)," ungkap
Ali.
Dia menuturkan, RUU Ketahanan Keluarga bukanlah agar negara ikut campur urusan
rumah tangga rakyat. Dirinya pun mencontohkan soal stunting. Meski itu urusan
keluarga, negara tetap ikut campur karena demi menciptakan anak-anak yang sehat dan
baik untuk masa depan. "Seperti stunting itu masalah keluarga, tapi diurus negara
karena itu masa depan negara. Pendidikan Itu urusan keluarga, tapi diurus negara
karena itu juga masa depan bangsa," tegas Ali.
Ali pun meminta, anggota Baleg DPR lainnya, tak skeptis dan memandang RUU
Ketahanan Keluarga tersebut bertentangan dengan Pancasila. "Jangan kalau kita bahas
ketahanan keluarga, kita jadi skeptis," tukas dia.
Hal senada dikatakan Netty Prasetyani. Menurut dia, RUU ini tidak akan mengatur soal
ranah privat. "Saya ingin menegaskan bahwa ini adalah sebuah gagasan yang kita ingin
persembahkan kepada hadirnya keluarga-keluarga berkualitas di Indonesia. Jadi kalau
kemudian ada pertanyaan yang masih mengulang soal ranah privat, saya dan teman-
teman tegaskan bahwa kita tidak berbicara dan mengintervensi ruang privat," kata istri
eks Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) itu dalam rapat di Baleg DPR, akhir
September lalu.(tribun network/sen/dod)