Sementara, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar mengusulkan agar tidak perlu ada nomenklatur "Larangan" atau "Pengendalian dan Pengawasan" di dalam RUU itu.
"Di poin ini, fraksi-fraksi mengalami perbedaan pandangan," kata Arwani, anggota Fraksi PPP, awal Januari 2018 lalu.
Namun setelah itu, tidak terdengar lagi kelanjutan pembahasan RUU ini.
Hingga akhirnya pada tahun lalu rencana pembahasan RUU ini kembali mencuat setelah akan dimasukkan ke dalam Prolegnas Prioritas 2020.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mempertanyakan urgensi RUU Larangan Minol.
Menurut Lucius, sulit mencapai kata sepakat jika urgensi sebuah RUU tidak bisa dijelaskan.
"Sampai satu periode kan tidak selesai atau tidak pernah disahkan. Lalu masuk lagi sekarang di periode 2020. Apa sih urgensinya? Kalau sulit menjelaskan urgensinya memang sulit untuk kemudian mencapai kata sepakat disahkan sebagai UU," kata Lucius akhir tahun 2019.
Berdasarkan draf yang diterima, RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri atas 7 bab dan 24 pasal.
Baca juga: Anggota Baleg DPR Khawatir RUU Ketahanan Keluarga Justru Timbulkan Perpecahan
Disebutkan, tujuan RUU adalah melindungi masyarakat dari dampak negatif minuman beralkohol, menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari peminum minuman beralkohol, serta menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol.
Pada Bab II tentang Klasifikasi Pasal 4 Ayat (1), dikatakan beberapa jenis minuman beralkohol yaitu golongan A (kadar etanol kurang dari 5 persen), golongan B (kadar etanol antara 5 sampai 20 persen), dan golongan C (kadar etanol antara 20 sampai 55 persen).
Selain itu, minuman beralkohol tradisional dan campuran atau racikan juga dilarang di Pasal 4 Ayat (2).
Selanjutnya, pada Bab III tentang Larangan, setiap orang dilarang memproduksi, memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual minuman beralkohol di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun terdapat pengecualian larangan di Pasal 8.
Minuman beralkohol diperbolehkan untuk kepentingan terbatas, seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.