TRIBUNNEWS.COM - Wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mendapat reaksi dari berbagai kalangan.
Termasuk di antaranya adalah kalangan politikus berbagai partai politik (parpol) hingga legislator.
Tanggapan-tanggapan itu mencuat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan meminta DPR merevisi UU ITE jika aturan tersebut tak bisa memberikan rasa keadilan.
"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak,” ujarnya.
Dalam hal itu, inilah berbagai tanggapan terkait wacana revisi UU ITE yang dirangkum Tribunnews.com:
1. Syaifullah Tamliha PPP
Baca juga: PROFIL Deputi Penindakan KPK Karyoto, Jenderal Bintang 2 yang Diisukan Masuk Bursa Calon Kabareskrim
Diberitakan Tribunnews.com, anggota Komisi I DPR RI Fraksi PPP Syaifullah Tamliha menyetujui gagasan revisi UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Menurutnya, dalam UU tersebut masih terdapat pasal karet yang banyak disalahgunakan untuk saling melaporkan, meski telah direvisi terbatas periode lalu.
Diakuinya, pasal karet itu sudah ada sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Kami tentu sangat setuju atas gagasan presiden Jokowi untuk kembali merevisi UU tersebut sekaligus untuk menjawab pertanyaan Pak JK (Jusuf Kalla) tentang bagaimana menyampaikan kritik agar tidak dipanggil polisi," kata Tamliha kepada wartawan, Selasa (16/2/2021).
"Ide dan gagasan Presiden Joko Widodo (Jokowo) tersebut kita sambut hangat bagi kehidupan demokrasi yang lebih baik," lanjutnya.
Tamliha mengungkapkan, pada periode 2014-2019 lalu, Komisi I DPR membahas revisi UU ITE.
Namun, pembahasan itu hanya merevisi 2 pasal saja, terkait minimum dan maksimum jumlah masa penahanan untuk kasus tertentu, tidak maksimal lebih dari 5 tahun.
"Sehingga seseorang yang diduga melanggar UU ITE tidak mesti harus ditahan saat menjalani penyelidikan dan atau penyidikan," ujarnya.