Husni bersama tiga orang lainnya pada 13 Agustus 2019 telah diumumkan sebagai tersangka baru dalam pengembangan kasus korupsi e-KTP.
Tiga tersangka lainnya, yakni mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya, Anggota DPR RI 2014-2019 Miriam S Hariyani, dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos.
Empat orang itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Tersangka Husni diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan pihak-pihak vendor.
Padahal Husni dalam hal ini adalah Ketua Tim Teknis dan juga panitia lelang.
Pada Mei-Juni 2010, Husni ikut dalam pertemuan di Hotel Sultan bersama mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto dan pengusaha Andi Agustinus.
Dalam pertemuan tersebut diduga terjadi pembahasan tentang proyek e-KTP yang anggaran dan tempatnya akan disediakan oleh Andi Agustinus.
Dalam pertemuan tersebut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan seterusnya dengan tujuan "mark up".
Setelah itu, Husni sering melapor kepada Sugiharto.
Husni diberi tugas berhubungan dengan vendor dalam hal teknis proyek e-KTP dan pernah diminta oleh Irman mengawal konsorsium, yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera. Husni ditugaskan untuk membenahi administrasi supaya dipastikan lulus.
Husni diduga tetap meluluskan tiga konsorsium, meskipun ketiganya tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS).
Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa mantan Ketua DPR RI Setya Novanto, Husni diduga diperkaya 20 ribu dolar AS dan Rp10 juta.